Buku dan Alam

Ajak anak ke sungai

Siang itu saya dan anak bungsu saya, Rakai, berjalan kaki menyusuri Kali Sapen, sungai yang jadi semacam tapal wilayah Ungaran dengan Pudakpayung. Tanda batas Kabupaten Semarang dengan Kota Semarang.

“Mending rumah ini jadi milik kita. Dekat sungai. Dan di sini banyak pohon,” seru Rakai ketika menemu bangunan rumah di pinggir sungai. Ragil saya itu memang kepingin punya rumah yang bersanding sungai. Rumah yang di kanan-kiri berjajar rindang pohon. Tentu saja saya hanya bisa mengamini celotehnya. Amin yang sebetulnya minus keyakinan di hati saya.

Saya kira Rakai terobsesi oleh cerita Rumah Kecil di Rimba Besar. Saya membacakan buku seri Laura itu lagi, setelah berkali-kali mandek di tengah halaman, karena ia ingin cepat-cepat merampungkan kisah Charlotte’s Web.

“Pada tahun 1870-an, ada gadis cilik yang bernama Laura, tinggal di rumah kecil di tengah hutan...” potongan awal kalimat Rakai, yang saya kutip dari narasi tulisnya. Saya mencatat dua kali ia menulis kata “rumah kecil” dan “hutan” dalam satu alinea yang terdiri 43 kata itu.

Entah persisnya apa yang mengendap dalam benaknya, saya tidak tahu. Terus terang, saya hanya mengira dan membaca tulisannya, serta acap kali tertegun oleh ocehannya. Selebihnya, saya membacakan buku cerita, dan mengajaknya jalan-jalan ke alam terbuka. Itu saja.

Ya, serius! Itu saja: membacakan cerita dan mengajak ke alam terbuka. Kado spesial yang bisa saya berikan ke anak-anak, bukanlah barang-barang berharga, melainkan—dengan mengikuti saran Jim Trelease, dalam bukunya, Read-Aloud Handbook—adalah membacakan buku.

Jim menjelaskan pentingnya buku dan membacakannya. Membacakan buku, terang Jim, adalah hadiah paling berharga yang dapat kita berikan. Hal ini akan menyemaikan hubungan cinta sepanjang hayat antara orangtua dan anak, anak dan buku.

Satu lagi yang menarik, Jim Trelease menegaskan bahwa tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai membacakan buku, meski anak-anak sudah bisa membaca sendiri. Sungguh, membaca pun bisa jadi kegiatan yang menyenangkan. Sehingga, tepatlah kiranya, kado spesial buat sang buah hati adalah buku. Dengannya, kita akan memperbaiki kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan mendengar sang anak.

Selanjutnya, mengajak sang buah hati dekat dengan alam. Besar harapan, anak akan merasakan kebebasan jiwa dalam mengawali pagi dengan pengayaan wawasan sekaligus menikmati sepoi angin secara langsung. Saya tak sanggup membayangkan: ragil saya itu sekolah, cuma sibuk menghafal tata tertib. Sementara, bagaimana pekertinya, perasaannya, dan empati sosialnya tak tergarap. Terlebih kini, di era pandemi, lebih tak teperhatikan, karena nyaris semua sibuk dengan keselamatan sendiri-sendiri.

Nah, sungai Sapen itu lumayan jernih. Airnya mengalir deras di antara bebatuan yang berserakan. Dan Rakai bebas mandi di situ. Ia bermain siram-siraman. Juga lompat dari batu ke batu.

Terus terang, baru seusai baca Cinta Yang berpikir, saya menjadikan sungai sebagai salah satu tujuan nature walk. Sebelumnya, sama sekali tak terpikir. Dan, alhamdulillah, kedua anak saya pun memfavoritkannya. Mereka bisa berjam-jam, walau di bawah terpaan sinar warna kuning yang acap garang.

Charlotte Mason merekomendasi agar orangtua mengakrabkan anak dengan alam. Dan, saya beruntung tinggal di kaki Gunung Ungaran. Banyak pilihan tempat yang masih alami, termasuk sungai. Anak-anak bisa bersentuhan alam dengan cukup mendalam. Bersahabat dan menemu keajaiban di baliknya.

Anak-anak juga dapat menaksir kedalaman sungai, tanpa mesti terjebak pola ujian multiple choice (ala sekolahan). Sistem pilihan ganda di sekolah, yang saya sungguh muak, yang hanya mengajarkan peserta didik menerka-nerka jawaban. Yang tak mengajak berpikir untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang diberikan. Dengan pilihan ganda, praktis guru akan lebih gampang menemukan kesalahan. Dan murid tak punya pilihan lain, selain pasrah sebagai pesakitan sistem.

Ya, sistem sekolah yang telanjur susah diurai. Sistem yang menjerat orangtua gigih mengejar gengsi. Atas nama nilai ujianlah, para orangtua terpaksa mengeluarkan ratusan ribu rupiah. Mereka bersegera memasukkan anak ke dalam bimbingan belajar, les privat, dan kursus-kursus yang lain. Mereka ingin menyelamatkan anak mereka masing-masing dari tuduhan: anak bodoh, yang tak becus menetapkan pilihan dalam multiple choice.

Saya! Ya, mending ajak Rakai susur sungai, juga bacakan Dunia Sophie. Sementara sang kakak, Isa, kini tengah menempuh belajar agama di sebuah pesantren.

Baca juga: rekomendasi bacaan anak

Post a Comment

0 Comments