Pengetahuan yang Holistik

Suasana diskusi di Resto Joglo Agung

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri.” (Fushilat: 53).

Jadi menurut Qur’an, ilmu itu tidak hanya dua sebagaimana lazim dipahami: ayat kauliyah (yang terfirman, hukum Tuhan dalam kitab suci) dan ayat kauniyah (yang tercipta, hukum alam). Namun ada tiga, yakni tambah ayat nafsiah (ilmu-ilmu kemanusiaan).

Dalam ayat lain juga tersebut bahwa manusia hadir ke dunia hanya untuk mengabdi pada Tuhan. Sementara alam tercipta buat kemaslahatan manusia. Maka, kalau disusun vertikal, manusia berada di antara Tuhan dan alam. Tuhan menempati posisi tertinggi, sedang alam berada di bawah manusia.

Doktrin itulah yang kemudian mengendap lama di pikiran saya. Mengakar kuat dalam benak. Tetapi saya belum bisa menautkannya sebagai cara pandang, apalagi sampai aplikatif menjadi materi belajar pendidikan rumah. Baru kemudian, seusai baca Cinta Yang Berpikir saya berasa dapat pencerahan. Ellen Kristi, dalam bagian dua, menjelaskan ada tiga kategori mata pelajaran di kurikulum Charlotte Mason: pengetahuan tentang Tuhan, pengetahuan tentang manusia, dan pengetahuan tentang alam.

Nah, sontak terbuka. Pengetahuan tentang Tuhan adalah pendidikan agama yang berbasis firman Tuhan. Ia tersusun untuk mempelajari kemauan Tuhan yang termaktub dalam kitab suci. Sedangkan pengetahuan tentang manusia merupakan ilmu-ilmu kemanusiaan seperti sejarah, sastra, kewarganegaraan, bahasa, dan seni. Kemudian pengetahuan tentang alam ialah menghayati fenomena dan hukum-hukum alam seperti sains, ilmu bumi, matematika, hasta karya, dan pendidikan jasmani.

Ketiga pengetahuan tersebut mengarah pada satu titik yakni pemuliaan karakter: pribadi magnanimous. Sebagai pribadi yang sanggup berpikir tinggi dan sekaligus hidup bersahaja. Maka, pendidikan ala Charlotte merupakan pendidikan karakter. Bukan pola belajar yang semata demi keuntungan ekonomi. Atau demi gengsi akademis yang berupa perolehan nilai angka-angka. Pamer ranking, dan semacamnya.

Lantaran pemuliaan karakter, maka dalam penataan kurikulum pun Charlotte menempatkan pendidikan agama berada di peringkat pertama. Pendidikan agama menjadi menu pokok harian. Ia sebagai yang terpenting. Sebagai mahkota atas dua kategori pengetahuan, manusia dan alam. Namun demikian, ia tetap harus berbasis living books. Maka, tidak bisa tidak sang pembelajar harus bisa dan terbiasa berasyik-asyik dengan kitab suci.

Kemudian sejarah, sebagai bagian ilmu humaniora, berada di peringkat kedua. Lantaran sejarah, pikiran kita pun terbuka dengan keberagaman umat manusia dan peristiwa-peristiwa, serta meningkatkan rasa cinta tanah air. Lantas secara berbarengan anak juga berkenalan dengan sastra, puisi, etika politik, ekonomi, musik, dan seni rupa.

Singkatnya, dengan mendalami ilmu-ilmu humaniora, saya menangkap bahwa di kemudian hari sang bocah bakal sanggup menyongsong misi besar: hamemayu hayuning sarira, hayuning bangsa lan hayuning bawana. Ia berkesadaran diri dan sosial sekaligus. Ia siap mengambil alih peran umat, melayani sesama. Segala kreativitasnya tiada lain untuk membebaskan pihak lain.

Selanjutnya, seiring pendalaman humaniora, anak juga mendapat asupan pengetahuan alam. Dan nature walk kemudian nature study adalah kegiatan pendukung untuk menghayati alam. Meski pendukung tapi penting. Bahkan Charlotte Mason menekankan seorang anak di bawah enam tahun, sebelum mendapatkan hidangan jadwal kurikulum, agar menghabiskan waktu di alam terbuka. Sehingga ia bisa menghirup udara segar sebanyak mungkin dan menikmati gelaran ciptaan Tuhan. 

Selanjutnya, pelan tapi pasti karakter seorang ilmuwan tertanam dalam jiwa anak. Sebab di alam terbukalah anak berlatih menjadi pengamat yang peka, juga berpikir logis. Maka, besar harapan kelak ia akan berkembang sebagai pribadi yang berkesadaran jagat raya. Ia sanggup memahami nilai di balik fenomena alam. Ia tidak akan tercederai oleh alam dan (sekaligus) tak tega mencederai alam.

Arkian, tersingkaplah kebenaran bahwa “semua yang ada di kerajaan langit dan di kerajaan bumi adalah untukmu, wahai manusia, tetapi dirimu itu untuk-Ku.”

Itulah gambaran pribadi magnanimous yang tidak bakal salah kiblat. Ia bekerja mati-matian, tapi selalu mengarahkan pandangannya ke atas (Tuhan), bukan malahan tunduk ke bawah (mengejar atau mengutamakan dunia), atau semata menuhankan uang.

Sungguh, sebuah pengetahuan yang lahir dari cara pandang yang holistik tentang kenyataan. Bahwa Tuhan, manusia, dan alam berintegrasi dalam kesadaran.

Post a Comment

0 Comments