Menikah dan Menjadi Nabi

Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam

Sirah  Nabi (1)

Sosok agung itu, sebagaimana yang diceritakan Ali bin Abu Thalib dan ditulis oleh Ibnu Hisyam, adalah benar-benar sosok yang menawan.

Ali bin Abu Thalib berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak tinggi sekali, tidak pendek. Beliau tingginya sedang. Rambutnya tidak keriting sekali, juga tidak lurus. Badannya tidak gemuk, wajahnya tidak bulat. Kulitnya putih, kedua matanya hitam. Bulu matanya Panjang, persendiannya besar. Pundaknya lebar. 

Rambut di dada dan perutnya tipis, rambut bahunya tipis, rambut kedua tangannya tipis, rambut betisnya tipis. Daging telapak tangannya keras, daging kedua telapak kakinya juga keras.

Jika beliau berjalan seakan-akan kakinya tidak menginjak tanah sepertinya belaiu berjalan di jalan yang turun. Jika belaiu menoleh maka belau menoleh dengan menghadapkan semua wajahnya.”

Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam pun bercerita tentang ciri beberapa nabi sebelum beliau. “Adapun Nabi Ibrahim, aku tidak pernah melihat orang yang amat mirip dengan sahabat kalian (beliau sendiri) melainkan dia (Nabi Ibrahim), dan sahabat kalian (beliau sendiri) tidak mirip dengan siapa pun melainkan mirip dengan dia (Nabi Ibrahim). 

Adapun Nabi Musa, belaiu berwarna sawo matang, tinggi, ceking, rambutnya lebat, hidungnya mancung dan beliau seperti orang dari kabilah Syanua’ah.

Sedang Nabi Isa, beliau berwarna merah, sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), rambutnya lurus, di wajahnya terdapat banyak tahi lalat, sepertinya beliau keluar dari kamar mandi dan engkau bayangkan kepalanya meneteskan air, padahal di kepalanya tidak ada air dan orang dari kalian yang paling mirip dengannya ialah Urwah bin Mas’ud Ats -Tsaqafi.” 

Nah, adalah Khadijah, wanita yang berpendirian kuat, terhormat, dan cerdas, menawarkan dirinya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. “Hai saudara misanku, sungguh aku tertarik kepadamu, karena kekerabatanmu, kemuliaanmu di kaummu, kejujuranmu, kebaikan akhlakmu, dan kebenaran tutur katamu.”

Khadijah mengerti betul bahwa pemuda Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam ini, bakal manusia pilihan Tuhan. Ia telah mendengar informasi tentang kebenaran tutur kata belaiu, keagungan kejujuran beliau, dan kebaikan akhlak beliau. Dan makin termantapkan usai mengutus Maisarah untuk menelisik lebih dalam kepribadian Muhammad Shallallahu Aiaihi wa Sallam. Maisarah menceritakan ucapan pendeta dan kehadiran dua malaikat yang selalu menaungi beliau selama perjalanan kepada Khadijah. 

Singkat kisah, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berusia dua puluh lima tahun menikah dengan Khadijah binti Khuwailid. Khadijah menjadi wanita pertama yang dinikahi Rasulullah Shallallhu Alaihi wa Sallam. Beliau tidak menikah dengan wanita lain semasa hidup Khadijah dan baru menikah lagi ketika Khadijah telah meninggal dunia.

Ketika Muhammad, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berusia empat puluh tahun, Allah membenarkan keyakinan Khadijah. Allah mengutus Muhammad Saw. sebagai rahmat bagi alam semesta, dan pemberi kabar gembira bagi seluruh umat manusia. 

Ibnu Hisyam menuturkan, “Pada bulan itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menetap di Gua Hira. Beliau memberi makan orang-orang miskin yang datang kepada beliau. Usai melakukan hal itu, aktifitas pertama beliau ialah pergi ke Ka’bah sebelum pulang ke rumahnya. Beliau thawaf di sekitar Ka’bah sebanyak tujuh kali atau lebih. Usai thawaf, beliau pulang ke rumah. 

Itulah yang terjadi hingga pada bulan di mana Allah berkehendak memuliakan beliau dengan mengutus sebagai Nabi pada bulan Ramadhan. Pada bulan tersebut, beliau pergi ke Gua Hira seperti biasanya dengan diikuti keluarganya. 

Pada suatu malam Allah, datanglah Malaikat Jibril dengan membawa perintah Allah. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Jibril datang kepadaku pada saat aku tidur dengan membawa secarik kain Dibaj dan di dalamnya terdapat tulisan. Malaikat Jibril berkata, ‘Bacalah!’ Aku berkata, ‘Aku tidak bisa membaca.’ Malaikat Jibril mencekik leherku dengan kain Dibaj tersebut hingga aku merasa seolah-olah sudah mati kemudian ia melepas cekikannya dan berkata, ‘Bacalah!’ Aku menjawab, ‘Apa yag harus aku baca?’ 

Malaikat Jibril kembali mencekik leherku dengan kain Dibaj tersebut hingga aku merasa seolah-olah sudah mati, kemudian ia melepas cekikannya dan berkata, ‘Bacalah!’ Aku berkata, ‘Apa yang harus aku baca?’

Jibril kembali mencekik leherku dengan kain Dibaj tersebut hingga aku merasa seolah-olah sudah mati, kemudian ia melepas cekikannya, dan berkata, ‘Bacalah!’ Aku berkata, ‘Apa yang harus aku baca?’ Aku berkata seperti itu dengan harapan ia mengulangi apa yang sebelumnya ia lakukan terhadap diriku.

Kemudian ia berkata, ‘Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.’ (Al-Alaq: 1-5).

Aku pun membacanya, sedang Jibril pergi dari hadapanku. Setelah itu, aku bangun dari tidurku dan aku merasakan ada sesuatu yang tertulis dalam hatiku. Kemudian aku keluar dari Gua Hira. Ketika aku berada di tengah-tengah gunung, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit, ‘Hai Muhammad, engkau utusan Allah dan aku adalah Jibril.’

Aku hadapkan kepalaku ke langit, saat itu kulihat Jibril menjelma seperti seorang laki-laki yang membentangkan kedua lututnya ke ufuk langit. Jibril itu berkata lagi, ‘Hai Muhammad, engkau utusan Allah, dan aku adalah Jibril.’

Aku berdiri untuk melihatnya tanpa maju dan mundur. Aku arahkan pandanganku kepadanya di ufuk langit, dan aku tidak melihat arah mana pun melainkan aku lihat dia berada di sana. Aku berdiri diam terpaku, tidak maju dan tidak mundur, hingga akhirnya Khadijah mengutus orang-orangnya untuk mencariku. Mereka tiba di Makkah Atas dan kembali menemui Khadijah, sedang aku tetap berdiri di tempatku semula’.”

Ibnu Hisyam melanjutkan penuturan Rasulullah Shalallallahu Alaihi wa Sallam, “Kemudian Jibril pergi dari hadapanku, dan aku pulang menemui keluargaku. Ketika aku bertemu Khadijah, aku duduk di pahanya, dan bersandar padanya. Khadijah bertanya, ‘Hai Abu Al-Qasim, di mana engkau tadi berada? Sungguh aku telah mengutus orang-orangku untuk mencarimu hingga mereka tiba di Makkah Atas, kemudian pulang tanpa membawa hasl.’

Kemudian aku ceritakan kepada Khadijah kejadian yang baru aku alami. Khadijah pun berkata, ‘Saudara misanku, bergembiralah, dan tegarlah! Demi Dzat yang jiwa Khadijah berada di Tangan-Nya, sungguh aku berharap kiranya engkau menjadi Nabi untuk umat ini’.”

Begitulah, sekilas kisah manusia paling mulia di muka bumi ini. Saya ambil dari buku utama Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam.

Ungaran, 24/11/2021  

Post a Comment

0 Comments