Energi Kaltara

Bidang program dan kerjasama Forum TBM

Literasi di Kalimantan Utara menunjukkan prestasinya. Bergeliat dan bertebaran bak cendawan di musim hujan. Adalah Muhammad Thobroni, Ketua Umum Pengurus Wilayah Forum TBM Provinsi Kalimantan Utara, mulai pukul 13.30, Sabtu 20 Februari 2021, memandu talkshow Energi Literasi dari Rumah. Sebuah konsep acara yang diinisiasi Pengurus Pusat Forum TBM untuk mengetengahkan daya literasi di daerah.

Hadir lima narasumber: Rahmadina, dari Komunitas Jendela Nusantara, sekaligus Wakil Ketua Forum TBM Kalimantan Utara; Annisa Cahya Utami, Ketua Forum TBM Kabupaten Nunukan; Enny Asrinawati, Kepala Kampung Literasi LISAN dan Ketua Forum TBM Kota Tarakan; Zulva Zanatin Aliya, TBM Tepian; dan Rendy Aditya Paraja, TBM Kampung Pukat dan Sekretaris Forum TBM Kalimantan Utara.

Lebih dari dua jam, peserta talkshow baik via zoom maupun youtube, benar-benar diajak berselancar menikmati, tepatnya membayangkan, alam ujung Kalimantan perbatasan Indonesia dengan Malaysia tersebut. “Di sini kami seperti terbelah dua, perut di Malaysia, kepala di Indonesia. Bahasa di sini juga campur aduk antara Indonesia dengan Melayu. Kami pun mesti berjibaku untuk menumbuhkan perasaan cinta mata uang rupiah, karena kerap bercampur dengan ringgit. Belum lagi soal ketidakjelasan akta kelahiran anak.” tutur Annisa, yang menghuni Pulau Sebatik.  

Annisa tidak sendiri. Sebelumnya, narasumber yang berbasis komunitas, Rahmadina, seakan melengkapi kisah prihatin bergiat di provinsi yang baru disahkan pada 25 Oktober 2012 itu. Bersama para relawan Komunitas Jendela Nusantara, Rahmadina mesti menyusuri sungai-sungai dengan speedboat, untuk berbagi buku ke desa-desa. Ia acap menemu buaya, yang sontak melejitkan rasa waswas. Ya, Kalimantan Utara, provinsi yang secara geografis sangat menantang. Namun, sekaligus “suasananya pas buat berefleksi.” ungkap Usman Rauf, penyair senior yang turut sebagai peserta talkshow. 

Rahmadina menuturkan bahwa dari berkeliling ke desa-desa, ia berkesimpulan minat baca anak-anak di pedalaman Kalimantan itu tidaklah rendah. “Buktinya, setiap kami datang membawa buku, anak-anak itu langsung merubung. Jadi, yang terpenting adalah akses mereka akan buku-buku bacaan yang ramah anak.” tandasnya.

“Dan lagi,” tambah Rahmadina, “berliterasi adalah solusi untuk menjawab persoalan-persoalan yang membelit masyarakat.”

Sehingga, lelah yang menjerat Dina dan kawan-kawannya berasa menguap tatkala pengurus-pengurus desa beserta warga mendukung upaya mereka. Rahmadina berasa bahagia, anak-anak sebegitu mengapresiasi bacaan-bacaan yang ia hidangkan.

Zulva, narasumber berikutnya, turut menandaskan, meski fasilitas di Kalimantan Utara terbatas, dan memang teramat sangat terbatas, bukan berarti aktivitas literasinya mandek. “Semangat literasi tidak kenal namanya batas. Selama ada buku yang dibaca, pasti ada harapan yang tertinggal.” ungkapnya.

Perempuan pendiri TBM Tepian, Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan itu berkeyakinan bahwa menumbuhkan minat baca cukuplah dengan “mau” dan “kemauan”, tidak butuh seabrek konsep. Dan, itulah yang benar-benar ia buktikan.

Kemudian Enny dan Rendy, mengusung unsur seni dalam berliterasi. Enny menunjukkan video berdurasi pendek yang menampilkan anak-anak di sana berdendang di ruang baca. Kemudian, Rendy, yang juga sastrawan muda, menuang gagasan bersastra dengan bahagia. Bahwa proses sastra itu aktivitas yang menyenangkan, sekaligus menginspirasi. Sebagaimana ungkap Seno Gumira, seperti yang ditutur Rendy, “memberi nama anak pun adalah proses bersastra.” 

Dan, kita pun mafhum, dalam memberi nama anak, jelas kita tidak akan main-main. Terselip doa-doa di baliknya. Ada cita masa depan orangtua yang tertitip pada anak. Serta, kita dalam kondisi perasaan yang berbunga-bunga tatkala melakoninya. Nah, Rendy menggali penghayatan itu. Ia menangkap makna dari fenomena-fenomena, lantas ia karyakan dengan bermedium bahasa yang indah. 

Begitulah. Nyaris pukul 16.00 waktu Jakarta, akhirnya Thobroni menutup acara talkshow. Dan, kita pun jadi mengerti bahwa geliat literasi di tepian sungai, di perbatasan, dan yang mesti ditempuh dengan menyeberang lautan, di provinsi Kalimantan Utara itu nyata. Berswadana dan berswadaya lazim di sana. Jiwa gotong royong, konon merupakan sari dari Pancasila, itu ternyata masih tinggi di negeri ini. 

Syahdan, tak bisa tidak, harapan sebagaimana diungkap sang Ketua Umum Pengurus Pusat Forum TBM, Kang Opik, dalam sambutan talkshow, pandemi ini secepatnya selesai. Sehingga, kualitas kegiatan literasi dan kuantitas silaturahmi antarpegiat mewujud. 

Post a Comment

0 Comments