Guo Jing atau Yang Guo?

 Karya Jin Yong

Jin Yong memang jago mengikat pembaca. Hari-hari ini saya menyuntuki cerita Rajawali Sakti dan Pasangan Pendekar. Saya tak sanggup berhenti, terus dan terus melanjutkan halaman demi halaman hingga purna. Jin Yong menulis  Trilogi Rajawali: Pendekar Pemanah Rajawali, Rajawali Sakti dan Pasangan Pendekar, dan Golok Naga dan Pedang Langit. Setiap bagian terdiri 4 jilid.

Nah, saat ini, di rumah, hanya ada 3 jilid—sayang banget saya belum memperoleh jilid 1— bagian kedua, Rajawali Sakti dan Pasangan Pendekar. Setiap jilid terdiri 400-an halaman dengan ukuran buku 15 X 23 cm. Lumayan tebal. 

Rajawali Sakti dan Pasangan Pendekar ini pernah tayang di Indosiar, entah tahun berapa saya tak ingat lagi, dan merupakan tayangan favorit tempo itu. Sebuah romantis yang mengharu biru, menancap kuat di benak pemirsa. Hampir semua kalangan usia, tak akan lupa dengan perjuangan kasih Yokko dan Bibi Lung. (Saya baru tahu, seusai baca bukunya, bahwa sebutan lain pasangan pendekar favorit kita ini adalah Yang Guo dan Xiao Longnu, dengan panggilan Guoer dan Longer) 

Membaca adegan demi adegan dalam buku itu, sontak pikiran saya melayang ke serial filmnya. Ada yang terkonfirmasi, dan banyak yang terlewat. Dan memang lazimnya begitu, tidak semua narasi yang tertuang di buku bisa teradaptasi di layar film seri. 

Saya sudah tak ingat lagi gambaran kecerdasan Huang Rong di layar televisi. Pun begitu dengan keunggulan 18 Tapak Naga milik Guo Jing. Yang masih tersisa jelas di benak adalah kecantikan Xiao Longnu (kalau tak salah diperankan oleh Liu Yifei, pemeran utama Mulan yang sempat menuai kontroversi itu). Xiao Long benar-benar gambaran seorang dewi yang anggun. Ada lagi Guo Xiang, putri imut Guo Jing dan Huang Rong. Ia penjelmaan Huang Rong, sesosok kecil dan cerdas. Dan menjadi pembela pasangan Yang Guo dan Xiao Longnu. 

Guo Xiang saking hormat, barangkali juga karena cinta, buru-buru meloncat ke jurang, mengejar Yang Guo yang duluan terjun lantaran patah semangat merasa kehilangan Xiao Long. Guo Xiang pengin memastikan Yang Guo dalam keadaan baik di dasar jurang itu. Guo Xiang yakin bahwa Yang Guo akan dipertemukan dengan Xiao Longnu. 

Ada lagi tokoh humor yang tak kalah menghibur: Zou Botong, akrab disebut “Bocah Tua Nakal”. Ia berhati polos, seperti Guo Jing, juga seperti Xiao Longnu. Hanya sayang, tatkala menyuntuki serial di TV, saya gagal menangkap kepolosan dan kesederhanaan Zou Botong, Guo Jing, dan Xiao Longnu. 

Padahal, dalam buku Jin Yong, ketiga tokoh beda generasi itu tergambar jelas sama-sama berhati polos dan sederhana. Beda dengan Huang Rong dan Yang Guo yang memiliki kecerdasan akal di atas rata-rata, banyak siasat, dan cenderung licik. Sehingga, baik Huang Rong maupun Yang Guo tak sanggup menguasai ilmu kedua tangan saling bertempur, yang mensyaratkan fokus, yang meniscayakan perhatian penuh. 

Ilmu Kedua Tangan Saling Bertempur—kemudian menjadi salah satu andalan jurus yang dimiliki Zhou Botong alias Bocah Tua Nakal, Xiao Long, dan Guo Jing—itu kuncinya ada pada kesanggupan untuk membagi pikiran menjadi dua. Mustahil buat Huang Rong dan Yang Guo yang suka berpikir rumit, belum selesai satu hal, sudah muncul lagi pikiran lain. 

Itulah sisi menarik dari Jin Yong. Jin Yong kampiun dalam memetakan karakter tokoh. Detail dalam melukiskan kelebihan dan kelemahan suatu jurus bela diri. Dalam ketika menggambarkan sisi manusiawi tokoh-tokohnya. Seperti kisah Mahabharata, yang mengaduk-aduk perasaan penonton atau pembaca bukunya. Serta menyeret pembaca untuk mencocokkan diri: “mirip siapa aku?” 

Tersebut bahwa Yang Guo tak mungkin tidak kepincut kepada Xiao Longnu. Bukan soal rupa Xiao Long yang memang penuh daya pesona, melainkan balas budi. Yang Guo kecil adalah anak yang teraniaya. Oleh pamannya, Guo Jing, Yang Guo dititipkan kepada aliran Quanzhen untuk belajar silat. Namun, bukannya diajari ilmu silat, melainkan diperlakukan layaknya budak. Saban hari mengalami perlakuan kasar dan dihina-hina.

Yang Guo berhasil melarikan diri dan tanpa sengaja mendekati kuburan kuno, tempat tinggal Xiao Longnu. Xiao Longnu yang kemudian merawat Yang Guo. Mereka berlatih bareng ilmu silat: Kitab Gadis Giok di kuburan kuno, sehingga di kemudian hari terkenal sebagai sepasang pendekar dari aliran Kuburan Kuno. Xiao Long menjadi guru Yang Guo, dan lambat laun hubungan keduanya pun menjadi sepasang kekasih. Yang Guo pun mati-matian membela Xiao Long. 

Sekali lagi, Xiao Longnu yang polos dan berhati suci itu mirip dengan Guo Jing. Keduanya jauh dari perasaan curiga kepada orang lain. Semua orang dianggap sama: sama-sama berhati mulia. Itu yang kemudian bikin Xiao Long tak habis pikir. Ia sama sekali tak menduga, di dunia ini ada orang yang melanggar kepercayaan: sudah berkata tetapi tidak menepati. 

Xiao Long sangat marah kepada Zhao Zhijing yang membeberkan peristiwa dirinya tengah berlatih Kitab Gadis Giok di semak mawar dengan pakaian tak rapi bersama Yang Guo. Zhao Zhijing melanggar sumpah untuk tak mengatakan kepada siapa pun. 

Xiao Longnu marah karena sedari kecil ia tinggal di dalam gua kuburan, jauh dari peradaban manusia, dan yang disaksikan adalah gurunya, Lin Chaoying, yang selaras antara kata dan perbuatan. Oleh gurunya, Xiao Longnu sejak kecil sudah berlatih untuk sedikit gembira, sedikit khawatir, sedikit bicara, dan sedikit kegiatan. Namun, begitu Yang Guo turut tinggal di Kuburan Kuno, aturan “serba sedikit” yang dijalani Xiao Long itu pudar, berganti perasaan cinta yang membuncah. Walau sifat polos Xiao Long tetap tak berubah.

Demikian juga Guo Jing, sosok jujur, loyal, dan rela berkorban. Baginya, membela negara adalah kewajiban nomor satu di atas segalanya, termasuk di atas kepentingan keluarga. Guo Jing menjadi simbol kepahlawanan China, dalam mempertahankan kedaulatannya dari kemaruk Gengish Khan.

Guo Jing yang jujur apa adanya itu, yang tidak pintar berstrategi, terbantu oleh keberadaan Huang Rong, sang istri, yang sedemikian cerdas. Persis Yang Guo, gambaran anak muda yang keras kepala, tapi cerdas, yang mengimbangi kepolosan Xiao Longnu.

Yang Guo menjadi simbol generasi yang tak betah dengan standar norma yang lazim di masyarakat. Sedang Guo Jing bersiteguh pada norma leluhur. Sehingga, ketika Yang Guo bertekad untuk menikah dengan Xiao Longnu, sontak Guo Jing marah. 

Bagi Guo Jing, hubungan guru-murid adalah seirama dengan hubungan orangtua-anak. Maka, Yang Guo yang hendak menikahi Xiao Long sama artinya melakukan hubungan incest, dan itu jelas terlarang dalam keyakinan Guo Jing, Huang Rong, dan norma masyarakat saat itu.

Namun, Yang Guo tetap nekat. Ia tak mau terikat oleh norma yang menurutnya sangat membelenggu kebebasan. Sikap dan perilaku yang mirip dengan paham yang dianut ayah Huang Rong, Huang Yaoshi, yang juga kerap berseberangan dengan standar norma yang berlaku. Maka, Huang Yaoshi digelari “Sesat Timur”. 

Yang Guo adalah sosok antitesis keyakinan seperti yang dianut Guo Jing. Dan Yang Guo sangat menikmati suasana diri yang un-ortodoks itu. Ia menikmati kekeraskepalaannya, tak mau terikat oleh standar norma yang berlaku. Ia tetap hendak menikah dengan Xiao Longnu, walau aral terus mengadang. Apalagi Xiao Long juga sangat mencintai Yang Guo. 

Akhirnya, setelah melewati pelbagai cobaan, Yang Guo hidup menyepi bersama Xiao Long di tempat terpencil. Mereka hidup dalam harmoni dan keseimbangan bersama alam. Menjauhkan diri dari segala pertikaian. Berbeda dengan Guo Jing yang tetap mengikatkan diri dalam norma umum saat itu, turut berjuang membela negara.

Nah, di mana kalian berdiri: sebagai Guo Jing, atau Yang Guo; sebagai Xiao Longnu atau Huang Rong?

Ungaran, 17/01/2022 

Post a Comment

0 Comments