Tapi Bukan Kasta

Bukan Kasta

Puasa #25

Agus Sunyoto menyebutkan bahwa dahulu kala di masyarakat Jawa terdapat formasi tujuh kasta yang berbeda dengan yang di India. Tujuh kasta itu adalah brahmana, ksatria, weisya, sudra, candala, mleccha, dan tuccha.

Brahmana adalah startifikasi sosial golongan tertinggi. Golongan ini adalah orang-orang yang tidak memiliki kekayaan duniawi dan tidak terikat oleh kehidupan duniawi. Mereka itu adalah para pandhita, resi, bikshu, yogi, bhagawan, dan lain-lain.

Ksatria masuk dalam stratifikasi golongan kedua. Golongan manusia yang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi tetapi kehidupannya dipenuhi dan dijamin oleh kerajaan. Golongan ksatria ini tugasnya mengawal, menata, mengatur, membela, bahkan berkorban untuk kerajaan.

Weisya merupakan golongan ketiga, yaitu golongan petani yang memiliki tugas dan kewajiban menumbuhkan tanaman pangan untuk manusia. Golongan ini memiliki kekayaan duniawi berupa rumah, pekarangan, sawah, tegal, kebun, dan bintang ternak.

Sudra adalah golongan keempat, yaitu golongan saudagar, dan rentenir. Golongan kaya raya yang hidup dari menyewakan perhiasan, pakaian, dan sebagainya. Golongan ini tidak boleh membincang dan mengurusi masalah agama dan kerajaan. Yang berwenang mengurusi agama dan kerajaan adalah hanyalah golongan brahmana dan ksatria.

Candala adalah golongan manusia yang hidup dari membunuh makhluk lain. Seperti para pemburu, jagal, nelayan, dan algojo. Dan, golongan candala ini menempati tingkat kelima.

Mleccha merupakan golongan keenam. Yakni semua orang asing yang tinggal di wilayah kerajaan di Jawa. Kemudian terakhir golongan ketujuh yaitu tuchha, sebagai golongan terendah. Golongan ini terdiri para pelaku kriminal, begal, penipu, maling, perampok, dan lain-lain.

Nah, berbeda dengan kasta-kasta tersebut, yang merujuk pada punya dan tidak punya kekayaan duniawi, berdasar wewenang tidaknya mempercakapkan agama dan institusi negara. Adalah Muhammad Zuhri menyodorkan konsep empat golongan manusia berdasar ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, berdasar atas perhatiannya menggarap diri. Dan, saya menganut mazhab ini.

Menurut Muhammad Zuhri, keempat golongan masyarakat itu harus ada dalam proses masyarakat ideal. Namun, keempat golongan ini bukan kasta, karena setiap individu bebas menggarap diri untuk masuk ke dalam satu atau lebih di antara golongan-golongan itu.

Muhammad Zuhri merujuk, “Siapa saja yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka akan bersama orang yang dianugerahi nikmat Allah yaitu: Nabi-nabi, siddikin, syuhada, dan orang-orang saleh. Mereka itulah sebaik-baiknya teman.” (an-Nisa: 69).

Sehingga, rumusannya adalah, pertama, golongan nabi, yaitu mereka yang tergabung sebagai “konseptor”. Golongan yang merumus konsep-konsep di bidang agama, politik, sains, teknologi, dan seterusnya. Ibarat "madu", golongan ini menjadi pengontrol stabilitas temperatur tubuh masyarakat. Dan gambaran individu yang menjadi prototipe golongan nabi adalah Ali bin Abi Thalib. 

Sebagaimana dalam banyak riwayat, Ali bin Abi Thalib itu seorang yang miskin, tetapi kaya ilmu. Malahan Nabi Saw. bersabda, “Jika aku gudang ilmu, maka Ali adalah pintunya.” Selain itu, Ali bin Abi Thalib juga dikenal sebagai seorang laskar perang yang ulung. Sering maju mewakili laskar Islam dalam tanding satu lawan satu sebelum perang besar.

Kedua, golongan siddikin, golongan para pencari kebenaran, yaitu golongan yang tergabung sebagai “dinamisator”. Golongan ini diibaratkan "anggur" yang bisa mempercepat suatu proses, yakni orang-orang yang memiliki karakter dan kepribadian luhur. Orang-orang yang sanggup memancarkan sifat-sifat baik, sehingga bisa menggerakkan masyarakat untuk menirunya.   

Pribadi yang demikian ini dulu ada pada diri Abu Bakar al-Shiddiq. Dia adalah sosok yang sanggup menjaga lisannya. Dialah sahabat Nabi Saw. yang selalu membenarkan apa pun dari beliau, di saat yang lain banyak yang meragukannya.

Abu Bakar berkarakter jujur dan lembut, sehingga menarik simpati yang lain untuk berbondong-bondong menyatakan Islam di hadapan Nabi Saw.

Ketiga, golongan syuhada adalah mereka yang tergabung sebagai “motivator”. Golongan yang disimbolkan "susu" yang menjadi sarana pertumbuhan, yang memberi daya pada diri untuk mau dan bisa menumbuhkembangkan lingkungan. Golongan inilah yang bekerja menjalankan fungsi, menjalankan profesi, dan atau menjalankan amanat dari lingkungan. 

Sahabat Nabi Saw. yang menjadi prototipe "syuhada" adalah Umar bin Khattab. Ia adalah cermin pribadi yang sanggup menjaga amanah. Diceritakan ia bergelar al-faruq, yang bisa memisahkan antara yang haq dan yang batil.

Keempat, orang-orang saleh, yakni golongan yang tergabung sebagai "fasilitator". Sebagai penyuplai sarana, dana, atau kreator-kreator yang terus berkarya. Sehingga kehadirannya benar-benar dibutuhkan masyarakat sebagai sarana kehidupan. Persis sebagaimana "air" yang menjadi simbol "fasilitator", bahwa tanpa air tidak akan ada denyut kehidupan.

Dan adalah Ustman bin Affan, sahabat Nabi Saw. yang berperan sebagai penyedia sarana dakwah Islam tempo itu. Kekayaannya yang sedemikian berlimpah tidak untuk dimiliki sendiri, tetapi buat mendanai perjuangan agama dan kesejahteraan umat Islam.

Demikian gambaran empat golongan yang hadir bukan berdasar suku, atau kelahiran, tetapi sebagai hasil penghayatan diri, sebagai pengolahan diri, sehingga tidak menjadi kasta. Selanjutnya tinggal pilih, setelah ditelisik kita ini menjadi atau sebagai apa dalam pengabdian seutuh hidup kepada-Nya. Wa Allah A’lam.

Ungaran, 27/04/2022

Post a Comment

0 Comments