Yang Tak Biasa

Membaca Sirah Nabi Muhammad

Kembali kepada kisah romantis Muhammad-Khadijah. Kisah yang tak biasa. Kisah yang saya pungut dari beberapa sirah, dan Membaca Sirah Nabi Muhammad, salah satunya. Jujur, saya merasa tertolong oleh riwayat yang menempatkan Muhammad sebagai sosok tersisih di tengah masyarakatnya sendiri.

Masa kanak-kanaknya tersisih ke pinggiran masyarakat, karena lahir yatim, yang tak pernah mengerti bagaimana rupa ayahnya. Anak yatim kerap menjadi kendala di sebuah kultur masyarakat yang sangat menghormati laki-laki. Menghormati leluhur dari jalur ayah.

Dan Aminah, ibunya, tetap menjanda, yang juga kemudian mengikuti jejak sang suami, tutup usia ketika Muhammad baru berusia enam tahun.

Genaplah, Muhammad tumbuh meremaja dan dewasa sebagai yatim piatu. Anak tunggal, tidak bersaudara kandung dan tiri, yang benar-benar tervonis tidak penting di masyarakatnya, yang cuma dikenal lantaran kejujuran dan penuh empatinya. 

Kemudian memasuki jenjang berkeluarga. Dan sejarah mencatatnya sebagai pernikahan yang tak biasa. Karena pihak perempuan yang melamarnya, bukan dari diri Muhammad sebagai lelaki. 

Kenapa? Semata-mata karena Muhammad tidak bisa melakukannya, terutama setelah penolakan Abu Thalib, dia tidak berani mengambil inisiatifnya.

Jadi, sepeninggal Abdul Muthalib, sang kakek, Muhammad diasuh Abu Thalib hingga dewasa. Ia tinggal satu rumah dengan keluarga Abu Thalib. Ia jadi sangat mengerti kesulitan keluarga yang ditumpanginya itu. 

Muhammad membantu sebisa mungkin untuk bisa turut meringankan mereka. Mulai dari menggembalakan kambing-kambing milik para kalangan kaya, hingga menekuni karir berniaga. 

Dan pelan-pelan perekonomian Abu Thalib membaik, sampai-sampai sang paman ini begitu tergantung kepadanya. Perasaan hati Muhammad pun makin lekat dengan keluarga Abu Thalib. 

Fakhita, salah satu putri Abu Thalib menyukai Muhammad. Dan Muhammad, pemuda yang terasah perasa sedari dini, berusaha menjaga hati sang gadis. Maka ia memberanikan untuk meminta restu pada sang paman, ya, ia melamar putri Abu Thalib.

Namun, tak seperti yang ia duga, sang paman justru menolak permohonannya. Abu Thalib mengatakan bahwa putrinya akan dinikahkan dengan seseorang dari kalangan elite Makkah, bukan dengan dirinya yang, lagi-lagi seakan, tak bermasadepan karena yatim piatu.

Saat itu Abu Thalib memandang dengan menikahkan putrinya kepada Muhammad sangatlah tidak menguntungkan putrinya sendiri. Meski ia juga melihat kedua muda-mudi itu bisa saling menjaga diri. 

Dari remaja, mereka bersama dan saling menjaga, terutama Muhammad yang sangat perasa. Namun, tuntutan pragmatis pernikahanlah yang menuntun Abu Thalib tak meluluskan permohonan Muhammad.

Dan Muhammad tahu diri bahwa ia memang bukan siapa-siapa. Ia hanya menumpang di keluarga ini. Ia pun tetap berusaha giat bekerja membantu perniagaan pamannya, tidak hanya mewakili niaga pamannya tapi juga kalangan kaya Makkah.

Hingga Muhammad dipercaya oleh Khadijah. Sehingga, bisa dibayangkan betapa menyesalnya Abu Thalib pernah memangkas perasaan hati putrinya kepada Muhammad. Walau Muhammad di kemudian hari tetap bisa menjaga hubungan di antara mereka, dan kian dekat daripada sebelumnya semenjak Ali putra bungsu Abu Thalib diasuhnya.

Betul, Abu Thalib memang patut menyesali penolakannya yang dulu itu. Karena usaha niaga Abu Thalib pun mulai goyah setelah ditinggal Muhammad. 

Muhammad menikahi Khadijah dan berpindah ke rumahnya yang memang lebih mentereng ketimbang rumah sebelumnya, rumah Abu Thalib. 

Lagi-lagi ini kisah kasih yang menawan dan kaya pelajaran. Pernikahan yang tak biasa pada abad ke-6. Pernikahan di mana si perempuan lebih mapan daripada yang laki-laki. Perempuan lebih tua 15 tahun dan telah menjanda dua kali. 

Muhammad sendiri sesosok perjaka yang tak diperhitungkan di masyarakat Makkah. Bahkan pamannya sendiri, sehingga enteng saja ia menolaknya untuk meminang Fakhita.

Namun Muhammad dan Khadijah terbukti bisa mengarungi bahtera yang dianggap tidak biasa itu. Dan kita yang hidup di zaman digital abad ke-21 tidak bisa dengan gampang menyimpulkan bahwa yang mendorong Khadijah melamar Muhammad karena Muhammad akan jadi nabi. 

Tidak. Khadijah mencintai Muhammad karena sosok Muhammad itu sendiri, bukan karena sosok Muhammad di masa mendatang. 

“Aku suka engkau lantaran hubungan persaudaraan kita,” kata Khadijah kepada Muhammad, “dan reputasimu yang tinggi di kalangan orang-orang, sifatmu yang dapat dipercaya, karaktermu, dan kejujuranmu.”

Ya, setelah Abu Thalib menolak Muhammad menjadi menantu, Muhammad mulai meluaskan ruang niaga. Ia pun menjadi wakil independen yang banyak dicari oleh saudagar-saudagar Makkah. 

Muhammad kerap mewakili para elite Makkah. Namun demikian ia bekerja tidak untuk kepentingan diri sendiri, tetap saja sebagian komisi yang diperoleh ia serahkan kepada pamannya, Abu Thalib. 

Saudagar-saudagar yang mempekerjakannya tahu hal itu, Muhammad seorang lelaki yang tanpa memiliki kepentingan pribadi untuk diperjuangkan, hingga di level di mana dia memandang rendah motivasi profit. 

Sebab komisi apa pun yang diperolehnya, sebagian buat pamannya, sisanya dibagi-bagikan sebagai sedekah kepada kaum miskin, kaum yang tak dipandang sebagaimana dirinya. 

Ketiadaan kepentingan itu yang membuat Muhammad tampak berbeda. Dia hidup menjadi bagian dari budaya Quraisy, yakni menjalani karir perniagaan, tetapi bukan bagian dari nilai-nilainya yang bermotivasi profit, yang semata demi menumpuk harta kekayaan.

Sebab itu Khadijah sangat mengagumi lelaki 25 tahun ini, yang memang berpostur rupawan. Ia dapat melihat bahwa dalam soal kematangan, Muhammad jauh lebih dekat dengan usia dirinya yang sudah 40 tahun.

Dan memang benar adanya, keduanya saling meraih. Khadijah telah meraih Muhammad, dari sosok tersisih jadi orang terpandang, sosok orang luar yang tak memiliki masa depan menjadi manusia berpengaruh bagi kehidupan seluruh jazirah Arab. 

Muhammad sendiri tidak akan pernah melupakan Khadijah di tahun-tahun belakangan. Tersebut dalam kisah, Muhammad berubah pucat oleh dukacita saat mendengar suara apa pun yang mengingatkan dirinya kepada sang istri. 

Pendeknya, yang membuat pernikahan mereka tidak biasa bukanlah perbedaan usia di antara mereka, bukan pula sebab perbedaan status sosial antara sang suami dan sang istri, melainkan kedekatan hati mereka. 

Ungaran, 05 Juli 2023

Post a Comment

5 Comments

  1. Kisah yang sepatutnya kita pelajari sebagai umat muslim dan dijadikan teladan.

    ReplyDelete
  2. Membaca sirah nabawiyah semakin menumbuhkan kecintaan kita pada nabi besar Muhammad Shalallah Alaihi Wassalam.

    ReplyDelete
  3. Sosok Bunda Khadijah sangat berarti ya bagi Rasulullah, terlhat banget dari kisah di Al Qur'an beliau sangat mencinta dan menghormati istrinya yang mendampinginya di dalam suka dan duka sejak awal

    ReplyDelete
  4. selalu menarik baca cerita mengenai nabi Muhammad. selalu ada hal baru yang bisa dipelajari dan bikin kita lebih mawas diri

    ReplyDelete
  5. MasyaAllah kisah bunda Khadijah RA dan Nabi Muhammad SAW selalu menjadi salah satu kisah yang terindah. Betapa saya sungguh mengagumi bunda khadijah RA

    ReplyDelete