Karakter Muhammad Saw

Sirah Nabi

Dalam kesempatan ini dan tulisan-tulisan selanjutnya, saya sengaja jarang—bukan tidak sama sekali—mencantumkan “shallallahu ‘alaihi wasallam” atau “Saw” yang biasanya ditambahkan setelah penyebutan “Muhammad”. Bukan tidak hormat. Bukan.

Dan bukan pula saya anti-Saw, justru sangat menyukai. Teramat sangat. Namun, cukuplah hal itu terpatri dalam hati saya yang terdalam. Sementara untuk tulisan di sini adalah demi konsumsi publik, yang lebih diperuntukkan sebagai kemudahan membaca. Memang, beberapa kali pula saya akan tetap mencantumkan “Saw”.

Begitulah. Nah, terdapat pula doktrin untuk tidak memvisualisasikan Muhammad, Sang Nabi Saw. di atas kanvas, di layar lebar film, dan seterusnya. 

Berbeda terhadap Isa, misalnya, yang bahkan pada saat Muhammad masih belia sudah melihat gambar Isa bersama ibunya menggantung di tengah dinding di dalam Ka’bah.

Mohamad Jebara menuturkan hal itu dalam Muhammad the World Changer, tergantunglah sebuah bingkai kayu persegi yang menampilkan gambar Maryam dan Isa. Itu lukisan Byzantium yang didatangkan dari Damaskus. Dan Muhammad kecil memperhatikan itu tatkala Abdul Muthalib mengajak masuk ke dalam Ka’bah.

Umat Islam sampai hari ini tidak menampilkan gambar visual Nabi Muhammad Saw., selain hanya ungkapan-ungkapan karakter fisik dan kepribadiannya, tidak lebih. 

Seperti halnya yang dituturkan Ali bin Abi Thalib dalam Hadits Riwayat at-Tirmidzi, Ibnu Said, dan Baihaqi bahwa “Postur tubuh Rasulullah Saw. tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek. Beliau memiliki perawakan yang sedang. 

“Rambut beliau tidak terlalu keriting dan tidak lurus tergerai. Beliau berambut ikal, tidak gemuk, dan wajah beliau tidak terlalu bulat. Kulit beliau putih kemerah-merahan. Beliau memiliki bola mata yang hitam pekat, bulu mata yang lentik, serta bahu yang lebar dan tidak berbulu. Dada beliau berbulu. Telapak tangan dan kaki beliau tebal. 

“Ketika berjalan, beliau seakan-akan melangkah menuruni tanah yang landai. Ketika menoleh, beliau menoleh (berbalik) dengan seluruh badan….”

Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat lain yang menggambarkan karakter fisik Muhammad Saw., yang akhirnya kita hanya sanggup membayangkan fisik dan rupa, serta karakternya. Seperti, acap saya bayangkan bahwa saya akan merasa aman berada di belakang sang nabi. 

Bahwa saya tidak akan diketahui karena beliau tatkala berbicara tidak akan menolehkan kepala, tetapi berbalik, menghadapkan seluruh badan kepada lawan bicara. Sahabat-sahabat beliau yang rada “pukil” kiranya berlaku demikian, mungkin saja.

Namun yang jelas, dari kisah-kisah saya teryakinkan bahwa Rasulullah Saw. itu seorang yang ganteng. Siapa pun yang membayangkannya akan timbul rasa takjub. Membayangkan wajah yang menunjukkan kepribadian agung, penuh wibawa. 

Wajah yang dihiasi rambut ikal yang selalu tertata rapi ke arah belakang telinga. Pakaiannya yang sederhana tapi bersih. Dan memang, beliau menyukai kebersihan. Diriwayatkan, paling tidak beliau mandi sekali dalam sehari dan berwudu minimal lima kali sehari. 

Beliau tidak berkenan memakan bawang, karena bawang menyebabkan bau mulut. Beliau pun sering bersiwak dan menyukai wewangian. Singkatnya, Nabi Muhammad itu pribadi yang penuh simpatik dan bersahaja.

Nah, membaca Sirah Nabawiyah dari Prof. Dr. Husain Mu’nis, misalnya, saya juga mendapatkan bahwa Nabi Muhammad Saw. sebagai sosok pendengar yang sangat baik. Beliau lebih banyak mendengar dan sedikit sekali berbicara. Saat berbicara, langsung ke maksud yang dituju dengan ungkapan yang tak bertele-tele, ungkapan yang singkat. 

Beliau lebih suka mendengar ketimbang banyak bicara. Beliau membiarkan orang lain menjelaskan apa yang diinginkan, beliau sangat sabar mendengarkannya. Kemudian, beliau menjawab apa yang perlu dikatakan.  

Dari situ jelaslah, Nabi Muhammad Saw. merupakan pribadi yang mengedepankan kasih sayang dan toleransi kepada apa dan siapa saja. 

Misal kisah beliau di tengah keluarganya, betapa beliau tidak akan membebani istri-istrinya. Jika di rumah hanya terdapat daging, beliau memakan daging tanpa meminta yang lain. Jika yang disuguhkan hanya roti gandum, beliau pun dengan suka cita memakan roti gandum.

Prinsipnya, tidak memberatkan pihak lain. Dari Sirahnya pula, kita diingatkan bahwa seumur hidup Baginda Rasul Saw. itu penuh sabar menghadapi segala tingkah polah istri-istri beliau. Bahwa bersabar dalam bahtera rumah tangga itu kemuliaan. 

Beliau menjaga betul keutuhan keluarga, tak merendahkan perempuan, dan tak menelantarkan anak-anak. Nabi Muhammad telah meneladankan itu. Bahwa beliau pernah marah kepada istrinya, tapi hanya mendiamkan. Beliau hanya menunda giliran kepada istri yang membuat beliau marah. 

Begitulah Muhammad Saw., bahwa urusan Madinah sebagai eksperimen “negara” baru Islam, tetap tak meninggalkan kasihnya kepada keluarga. Aisyah menuturkan, “Beliau suka membantu pekerjaan rumah istrinya. Apabila tiba waktu salat, maka beliau beranjak untuk melaksanakan salat.” 

Riwayat lain, Aisyah berkata, “Beliau menjahit bajunya, mengesol sandalnya, dan melakukan apa yang dilakukan oleh para lelaki di rumah mereka.” 

So, Rasulullah Saw. selalu ingin membuat nyaman pihak lain. Menjaga perasaan orang lain. Dan tidak mematahkan hati, siapa pun mitra dialognya. Demikian karakter Muhammad Saw. 

Ungaran, 4 Oktober 2023

Post a Comment

0 Comments