Sekilas Aisyah

Rasul Sang Pembebas

Ini tentang Aisyah, istri Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Sebetulnya ada banyak yang bisa dirunut dari Kisah hidup Rasulullah Saw., tetapi saya ambil yang bagian ini. Dan perlu dicatat, tingkat kematangan seksual perempuan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan lingkungan dan iklim suatu daerah.

Di negeri yang beriklim panas seperti Jazirah Arab dan Kawasan Timur Tengah jelas berbeda dengan yang beriklim dingin dan lembab kayak Eropa atau Asia Tengah.

Sehingga tak aneh, kalau di Timur Tengah ada gadis yang telah mengalami haid pada usia 9 atau 10 tahun. Sementara di kawasan benua biru Eropa, gadis berusia 15 tahun pun barangkali belum haid.

Itulah kenapa, Aisyah yang masih remaja telah pindah ke rumah Rasulullah bukanlah perilaku menyimpang. Karena memang Aisyah telah mengalami kematangan seksual, sebagaimana gadis-gadis pada umumnya di kawasan Makkah, kawasan Madinah.

Bahkan pemuka Makkah yang sedemikian mendengki Muhammad pun tak menyoal pernikahan Nabi dengan Aisyah. Mereka tak menyayangkan Abu Bakar yang begitu gampang menerima Muhammad sebagai suami putrinya.

Maka, aneh saja kalau dewasa ini masih melihat Aisyah sebagai biang kontroversial. Masih ada yang menilai pernikahan Muhammad dengan Aisyah sebagai perilaku menyimpang. Bahkan menganggap Muhammad sebagai penikmat anak di bawah umur, dan haus akan seks. 

Said Ramadhan Al-Buthi telah panjang lebar menjelaskan ironi para pembenci Islam, terutama terkait pernikahan Nabi dengan Aisyah. Dan saya sangat setuju ulasan ulama berpengaruh di Timur Tengah itu.

Belum lagi kalau menelisik, betapa Aisyah mencintai Muhammad bukan semata sosok dan pribadinya, melainkan karena Muhammad adalah rasul yang diutus Allah. Muhammad adalah nabi akhir zaman, pembawa rahmat bagi semesta raya. 

Dan itu yang sebelumnya juga diyakini oleh Khadijah. Bahwa ia mencintai suaminya tak semata pribadinya yang memang mulia dan sungguh memikat hati, tetapi yakin Muhammad adalah manusia pilihan Tuhan, yang tidak akan ada lagi manusia selain suaminya.

Sehingga, betapa keberkahan dan kebahagiaan yang teraih, tatkala menjadi bagian hidup sang nabi. Baik itu Khadijah, Saudah, maupun Aisyah, dan kelak istri-istri Nabi yang lain, merasa menjadi wanita paling beruntung.

Itulah, dan dari berbagai riwayat pun Aisyah menyatakan telah menjadi wanita yang paling bahagia di muka bumi karena dinikahi Muhammad. Muhammad selain seorang yang gagahnya tak kunjung pudar, adalah jelmaan manusia yang meng-Allah.

Terlebih memang, Aisyah mendapatkan peran dan kedudukan tersendiri di hati Nabi. Di antara istri-istri Muhammad, selain Khadijah, tidak ada seorang pun yang medapatkan kedudukan itu di hatinya, kecuali Aisyah.

Muhammad tahu seluk-beluk jiwa Aisyah, tahu kapan jiwanya sensitif, kapan bahagianya. “Sungguh aku bisa membedakan saat-saat kau rela kepadaku dan saat-saat kau marah kepadaku,” ungkap Muhammad pada suatu ketika.

Aisyah bertanya balik kepada suaminya, “Coba bagaimana engkau menerkanya?”

“Jika kau kesal kepadaku, kau bersumpah ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim’. Tapi jika hatimu sedang lapang kepadaku, kau akan bersumpah ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad’.” 

Aisyah tersipu, terkaan suaminya benar. Tawanya lepas tak tertahan. “Tentu saja. Demi Allah, wahai Rasulullah, tidak ada nama yang kuabaikan selain namamu.”

Kemudian keistimewaan Aisyah yang menjadikan dirinya mendapat tempat di hati suaminya adalah kehalusan perasaan dan keindahan tutur kata yang teramat fasih. 

Misal, tanggapan Aisyah pada sang suami yang meminta izin meninggalkan ranjang untuk mendirikan salat malam, “Sungguh, aku adalah orang terdekat yang paling dicintai, tetapi aku juga adalah hasratmu yang paling jauh.” 

Selanjutnya, Muhammad juga takjub akan kemampuan daya tangkap dan pemahaman mendalam yang dimiliki istrinya yang termuda dan paling banyak bicara ini. Aisyah memiliki kecerdasan dan pengetahuan yang luas tentang berbagai masalah.

“Ambil sebagian agama kalian dari Humayra ini!” sabda Nabi. 

Istilah Humayra adalah julukan yang diberikan Muhammad kepada putri Abu Bakar, yang melambangkan keterpesonaannya pada kecantikan istrinya itu. Julukan yang dinisbahkan atas kulitnya yang bak bunga, yang putih kemerah-merahan.

Dan, itulah Aisyah, sang Humayra yang ditakjubi Muhammad.

Tentu saja, Aisyah merasa di atas angin berkat julukan yang diberikan Baginda Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasalam, Humayra. Ia menyukai dan bangga dengan julukan tersebut. 

Lebih-lebih karena memang parasnya lebih jelita ketimbang istri-istri yang lain. Aisyah pun merasa bakal memenangkan persaingan merebut hati sang suami, karena hanya dirinyalah yang lebih segar dan satu-satunya yang perawan. Semua istri Nabi yang lain adalah janda.

Aisyah merasa sebagai istri yang asli, karena yang lain menjadi istri lebih sebagai wujud simpati, atau bertujuan politik, atau misi balas budi, dan seterusnya. 

Aisyah mengerti betul betapa Hafshah, Zainab binti Khuzaimah, dan Ummu Salamah, menjadi istri Nabi karena suami-suami mereka gugur di medan perang, Badar dan Uhud.

Aisyah memahami perasaan suaminya yang begitu terpukul atas meninggalnya Khunais bin Hudzaifah, tidak lama setelah Perang Badar. Khunais bin Hudzaifah menikahi Hafshah, putri Umar bin Khattab, sekembali dari Habasyah.

Hafshah yang belum genap 21 tahun telah menjanda. Dia sangat cantik dan kritis seperti ayahnya. Ia dapat membaca dan menulis, sehingga termasuk deretan juru tulis wahyu, selain Ali bin Abu Thalib.   

Muhammad menikahi Hafshah demi turut meringankan derita sekaligus mengangkat martabat sebagai putri sahabat utama. Sehingga kian dekatlah Umar bin Khattab kepada Muhammad. 

Aisyah menyambut gembira kehadiran Hafshah dalam bilik cinta suaminya. Hubungan dekat kedua ayah mereka (Abu Bakar dan Umar bin Khattab) telah menjadikan dua istri nabi ini pun bersahabat intim. Karena usia Aisyah masih di bawahnya, Hafshah menjadi pembimbingnya di tahun-tahun pertama di rumah Nabi. 

Hafshah sedemikian dekat dengan Aisyah, tetapi sadar diri untuk tak menyainginya. Meski sebagai putri sahabat dekat Nabi sebagaimana ayah Aisyah, tetap saja bagaimanapun dirinya adalah janda.

Hafshah lebih memilih mengalah, atau lebih tepatnya, mendukung apa yang jadi keinginan Aisyah. Termasuk terhadap kebiasaan usil Aisyah.

Suatu ketika, Aisyah mengajak Hafshah untuk menggoda Saudah, yang usianya jauh lebih tua itu. Mereka berdua membohongi Saudah bahwa dajjal sudah datang. Saudah ketakutan dan bersembunyi di dapur.

Sontak dua istri muda Nabi itu tertawa penuh kemenangan, kemudian memberi tahu suami mereka. Muhammad pun menolong Saudah dan menenangkannya. Merasa dibohongi, Saudah memarahi istri-istri muda itu.  

Kemudian sekembali dari Uhud, Nabi menikahi Zainab binti Khuzaimah. Zainab binti Khuzaimah merupakan janda Abdullah bin Jahsy.

Abdullah bin Jahsy adalah sahabat yang dipercaya Muhammad untuk memimpin barisan lapis terdepan dalam Perang Badar maupun Perang Uhud. Dan Abdullah bin Jahsy meninggal dunia di medan Uhud.

Zainab dipuji-puji Muhammad sebagai wanita yang peduli kaum papa, sehingga ia dijuluki “ibu kaum miskin”. Hanya sayang, hidup Zainab ini pun tidak lama. 

Sekitar dua atau tiga bulan usia pernikahannya dengan Nabi, Zainab kemudian menjadi istri pertama Muhammad yang meninggal dunia setelah Khadijah. 

Setelah menikahi Zainab binti Khuzaimah, tak berselang lama Muhammad juga menikahi Ummu Salamah. Muhammad begitu tersayat hatinya dengan Abu Salamah, suami Ummu Salamah. 

Abu Salamah sebagaimana Khunais bin Hudzaifah termasuk sahabat yang turut berhijrah ke Habasyah. Ia meninggal dunia akibat luka parah seusai dari Perang Uhud. Nah, Muhammad menikahi Ummu Salamah semata untuk mengobati luka hatinya yang ditinggal suami.

Ummu Salamah berkumpul di bilik Nabi disertai putra-putrinya yang masih kecil, yakni Umar, Salamah, Durrah, dan Zainab. Bahkan yang bungsu, Burrah namanya yang kemudian diubah Zainab oleh Nabi, masih menyusu. 

Selanjutnya Ummu Salamah mendapat curahan cinta yang sedemikian lembut dari seorang laki-laki mulia. Ia pun membalas kebaikan suami keduanya ini dengan kehalusan budi dan kecemerlangan berpikir. Kisah Hudaibiyah menunjukkan betapa Ummu Salamah sangatlah cemerlang dan penyabar.

Diceritakan, seusai pernjanjian damai di Hudaibiyah, Muhammad menyeru para pengikutnya untuk mencukur rambut dan menyembelih hewan kurban. Namun, tak seorang pun menanggapi seruannya. Mereka masih mangkel dengan isi pakta perjanjian tersebut. Mereka tak siap untuk mengalah kepada kaum Quraisy.

Muhammad menyesal dengan sikap pengikutnya. Nabi masuk ke tenda dan bercerita kepada Ummu Salamah. Setelah mendengar cerita suaminya, ia berkata lembut, “Tenangkan hatimu, wahai Rasulullah. Demi Allah, sulit bagi mereka menerima perjanjian damai itu. 

“Namun, percayalah! Mereka takkan pernah mendurhakaimu. Keluarlah kau sekarang, tetapi jangan bicara dengan siapa pun sebelum kau sendiri mencukur rambut dan menyembelih hewan kurban. Kuyakin mereka pun akan berbuat sepertimu.”  

Dan Aisyah mengerti pula peristiwa itu. Tapi tetaplah ia merasa hanya dirinya yang menjadi istri nomor satu bagi Muhammad. Bahkan secara vulgar ia membanggakan diri di hadapan suaminya, “Aku, wahai Rasulullah, tidak seperti istri-istrimu yang lain. Tanpa kecuali, mereka pernah dipeluk laki-laki, kecuali aku.”

Lain waktu, sebagaimana dituturkan Nizar Abazhah, Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, jika engkau turun ke sebuah lembah, di situ ada dua pohon, yang satu sudah dimakan ternak, yang satu lagi tidak, lalu di pohon mana untamu akan kau gembalakan?”

“Di pohon yang tidak digembalakan ternak,” jawab Muhammad.

“Akulah itu!” tandas Aisyah, sebuah penegasan yang sama sekali tak terduga di jalan pikiran suaminya. 

Namun, Muhammad tetaplah sosok agung. Ia tak memarahi perasaan bangga yang menyemburat di hati istri mudanya ini. Ia bahkan takjub akan kejelian pilihan kata dan gairah kecemburuan Aisyah. 

Ungaran, 12 Januari 2024    

Post a Comment

8 Comments

  1. Tak pernah bosan membaca kisah tentang istri Nabi Muhammad. Ceritanya menarik dan bisa dijadikan panutan bagi wanita muslim.

    ReplyDelete
  2. Aisyah ini ibaratnya super star bagi Rasulullaah ya. Istri termuda yang teristimewa di mata beliau. Sungguh kepirbadiaannya baik sekali dan sholehah bukan main. Tak heran Aisyah ini menjadi kesayangan Nabi Muhammad :) Masya Allah. Terima kasih sudah berbagi, Mas Ardi :)

    ReplyDelete
  3. Sebagai umat muslim, kita harus tahu dan paham dengan kisah istri-istri Rasulullah ya terutama Aisyah r.a..saya sendiri belum tahu secara mendetail

    ReplyDelete
  4. Aisyah adalah teladan. Ingatannya yang tajam dan kecerdasannya serta kecantikannya, itu yg paling membekas buat aku. Dan, keusilannya sbg "bocah" yg melekat padanya meskipun sdh menjadi istri Nabi^^

    ReplyDelete
  5. Sejak dulu kagum banget sama sosok Aisyah. Pribadi yang cerdas dan menawan banget. Sayangnya seringkali jadi bahan fitnahan kaum islamofobia. Semoga dengan makin banyanya cerita bunda aisyah betebarah maka kesalahpahaman dan fitnah itu bisa hilang yq. Sbg muslim kita wajib fau sejarab dan sirah nabi besertq sahabat jd kako ada yg punya pendapag ngawur bjsa kita koreksi

    ReplyDelete
  6. MasyaAllah ibunda Aisyah salah satu wanita istimewa dan teladan bagi kaum muslim. Sudah seharusnya kebenaran kisah beliau dibaca banyak orang. Terima kasih sudah berbagi menuliskan kisah beliau, saya menikmati membacanya.

    ReplyDelete
  7. Masya Allah Tabarakallah saya suka membaca kisah-kisah teladan dari istri istri nabi. Aisyah memang bagai berlian namun nabi Muhammad tetap berlaku adil untuk para istri istrinya.. terimakasih atas kisahnya..

    ReplyDelete
  8. Iya para pembenci Islam memang menggunakan Aisyah untuk menyerang Islam ya padahal Aisyah sudah dewasa secara fisik dan mental, ia juga cerdas dan banyak menguasai ilmu agama

    ReplyDelete