Dari Bukber Bukit Asri 2

SUDAH lazim di masyarakat tiap bulan Ramadhan: buka puasa bersama. Dengan dalih untuk mempererat tali persaudaraan, rasa kebersamaan, atau pun ukhuwah, buka puasa bersama yang akrab di telinga dengan istilah “bukber”, serasa harus diadakan. Bukber dianggap menjadi salah satu momentum yang dipilih untuk menjalin ukhuwah basyariah

Pun demikian Takmir Mushola Nurul Huda. Berbasis semangat untuk menggiatkan Mushola Nurul Huda, yang persis di tengah kompleks Perumahan Bukit Asri Dua, Lerep, Ungaran Barat, sebagai mushola yang dirancang akan makmur dengan aneka kegiatan, bukber itu pun jadi salah satu menu kegiatan.

Pemberitahuan kepada segenap warga komples tersebar via WhatsApp Group. Jamaah dan sedekah takjil pun berdatangan. Dan, tepat pukul 16.00, Sabtu 23 Maret 2024, acara dimulai. Beberapa anak TPQ Nurul Huda membuka dengan lantunan berornamen surgawi ayat-ayat suci Al-Quran. 

Berikutnya Heru Nugroho, selaku Ketua Takmir, meyakinkan para hadirin bahwa tugas memakmurkan mushola sedianya tak berhenti di struktur ketakmiran, tapi juga merupakan kewajiban jamaah secara umum. “Jamaah adalah pemakmur mushola ini,” tandasnya.

“Ramadhan tahun ini, selain TPQ,” lanjut Heru, “di mushola ini juga diselenggarakan tadarusan bakda tarawih, i’tikaf mulai malam 21, penyaluran zakat fitrah, dan buka puasa bersama.”

Ustaz Dahlan Murdani, yang sore itu menjadi penceramah, memapar pentingnya puasa. Beliau mengingatkan bahwa tujuan puasa yang sesungguhnya adalah meraih ampunan dan maaf dari Allah, bukan takwa. Sebab takwa merupakan wujud perilaku kaum beriman, bukan tujuan. Takwa adalah pakaian yang menutupi aurat jiwa, yang bisa saja akan tercoreng atau terbuka kala kita berbuat maksiat.

Bukan pula demi mendapat surga atau menghindar dari neraka. Bukan, sama sekali bukan yang demikian. Surga adalah rahmat, surga adalah pemberian. Sedang neraka merupakan azab. Jadi, kita beribadah, apa pun itu, termasuk berpuasa, seyogianya diniati untuk menggapai ampunan Allah, meraih permaafan Allah. Adapun surga bonusnya, sekira Allah Ta’ala rida dan memaafkan kita. 

Ilustrasi menarik dari sang ustaz, yakni belajar dari kisah Adam-Hawa yang menghuni surga-Nya pada awal penciptaan manusia. Tersebutlah bahwa dua leluhur kita itu diperintah untuk tinggal di surga. Ya, pada fase awal ini, Adam diminta Tuhan untuk membina kehidupan rumah tangga bersama istrinya di surga. 

Namun, disain surga itu berbeda dengan surga yang akan kita tempati kelak. Surga yang akan kita diami kelak merupakan tempat yang kekal, tidak memiliki larangan tertentu, serta mengesankan tidak pernah didiami satu makhluk pun sebelumnya. 

Berbeda dengan surga yang didiami Adam dan istrinya yang memiliki larangan tertentu di dalamnya, yakni tidak boleh memakan buah pohon larangan, serta tidak mengekalkan penghuninya.  

Nah, di surga tempat Adam dan istrinya tinggal, Allah Swt. menyediakan segala kebutuhan untuk dinikmati, sekaligus perintah dan larangan yang mesti dipatuhi. Mereka memperoleh anugerah untuk bebas menikmati segala yang ada, kecuali satu hal saja: buah pohon larangan.

Kisah pergulatan Adam beserta istrinya melawan rayuan maut iblis terpapar terang dalam kitab suci. Dan ternyata memang, sungguh manusia makhluk yang cluthak (entah apa istilah dalam Bahasa Indonesianya). 

Bahwa manusia dibebaskan untuk menikmati segala isi di surga, hanya satu yang dilarang: memakan buah khuldi. Bahwa anugerah kenikmatan itu banyak jumlahnya, tetapi masih berasa tak puas, manusia memilih melanggar larangan yang sebetulnya satu saja, tidak lebih.

Walhasil, ustaz Dahlan menandaskan bahwa puasa merupakan ibadah dari Allah yang diperintahkan agar kita sanggup menepis daya cluthak tersebut. Kita perteguh kualitas syahadat dan memperbanyak istighfar. Kita jalankan salat malam, salat tarawih, dengan enjoy, seakan-akan ibadah itu nikmat. Dan satu hal lagi, kita bangun kebiasaan baca Al-Quran, sebab kebiasaan itu merupakan tanda iman. 

Terkait tanda keimanan, sungguh Mushola Nurul Huda dalam manajerial Heru Nugroho sedari awal dirancang sebagai sarana “mensujudkan” masyarakat, sujud dan tunduk kepada Allah Swt. semata, serta taat kepada aturan-aturan-Nya.

Heru Nugroho dalam beberapa kesempatan tiada bosan mengutarakan betapa bahagia tak bertara sekira jumlah jamaah salat 5 waktu di Mushola Nurul Huda itu terus dan terus membludak. Warga dan remaja bisa menjadikan mushola sebagai sarana beraktivitas. 

Heru beserta pengurus takmir sempat berandai: jumlah jamaah salat subuh tiap harinya bisa penuh memenuhi shof-shof. Sengaja memang, ukurannya adalah salat subuh. Sebab, hingga kini, mencermati jumlah jamaah salat wajib masihlah minim. 

Betapa subuh berbeda dengan waktu salat wajib lainnya, yang cenderung belum terjebak oleh kewajiban karir duniawi dan masih berdiam di kompleks perumahan. 

Namun, entahlah bagaimana pengandaian atau cita-cita tersebut! Persoalan “bagaimana” acap lebih rumit ketimbang “apa”. 

Yang jelas, tepat pukul 17.52, pada sore itu, bedug magrib bertalu. Segenap yang hadir, mulai anak-anak TPQ, para ustazah, dan jamaah mushola, serta pengurus takmir, berbuka puasa bersama. Maka, nikmat apa lagi yang kita cari?

Ungaran, 27 Maret 2024 

Baca juga: Menentang Ketidakberesan

Post a Comment

2 Comments