Di mana letak misterinya? Nah, saya meneruskan apa yang pernah dipaparkan oleh peneliti Walisongo asal Kabupaten Demak, AKA Hasan.
Pertama, belum ditemukannya sumber primer, baik tentang sejarah Walisongo maupun sejarah Kerajaan Demak Bintoro.
Kedua, Naskah Babad & Serat, lebih banyak membelokkan fakta sejarah yang sebenarnya sehingga data sejarah tentang Dewan Walisongo maupun data tentang sejarah Kerajaan Demak Bintoro benar-benar dibuat porak poranda.
Ketiga, belum ditemukannya keraton Kerajaan Demak Bintoro (Pusat Pemerintahan yang dipimpin oleh Perdana Menteri), Istana Raja (rumah pribadi Raja Demak) maupun Istana Kepatihan (rumah pribadi Patih Mangkubumi/Perdana Menteri) di Kerajaan Demak Bintoro.
Keempat, hilangnya situs dan makam-makam pelaku sejarah sebagai daya dukung bukti kesejarahan Kerajaan Demak Bintoro dan Dewan Walisongo yang sengaja dihancurkan oleh Belanda dan juga dihancurkan oleh masyarakat tertentu/oknum dari pihak-pihak tertentu (akibat ketidaktahuannya maupun dengan sengaja), sehingga saat ini kita dihadapkan pada tantangan yang luar biasa dalam melacak bukti-bukti otentik yang berkaitan dengan Kerajaan Demak Bintoro dan Dewan Walisongo dari aspek kesejarahan yang sebenarnya.
Kelima, Kerajaan Demak Bintoro didirikan oleh Dewan Walisongo dan bukan didirikan oleh Raden Fatah, meskipun sejarah dalam Babad dan Serat menyebut Raden Fatah sebagai pendiri Kerajaan Demak Bintoro.
Keenam, Raden Fatah adalah Raja Demak Bintoro yang pertama dan bukan pendiri Kerajaan Demak Bintoro, yang pelantikannya dilakukan bersama dengan Patih Mangkubumi (Rangga Tohjaya atau Mahesa Jenar—putera Syekh Siti Jenar Demak), Panglima Perang Angkatan Laut Kerajaan Demak Bintoro (Laksamana Arya Damar), dan Panglima Perang Angkatan Darat (Jendral Abdurrahman Teuku Baha, atau Sunan Drajat) oleh Ketua Dewan Walisongo yang sekaligus Ketua Majlis Syuro Kerajaan Demak Bintoro yang saat itu dijabat oleh Sunan Bonang ke-1 (Syekh Maulana Abdullah Hasan Bakem), pada hari Jum'at Pon (seusai sholat Jum'at) tanggal 14 Dzul Hijrah 879 H atau bertepatan dengan tanggal 21 April 1475 M.
Ketujuh, Dewan Walisongo sebagai pendiri Kerajaan Demak Bintoro, dibentuk dan didirikan berdasarkan musyawarah para wali se-Jawa yang pertama (1463 M/867 H) dan musyawarah para wali se-Jawa yang kedua (1466 M/870 H), sehingga terbentuklah organisasi dakwah Islam pertama di tanah Jawa yang bernama Dewan Walisongo pada Hari Ahad Pon tanggal 14 Dzul Hijrah 870 H atau bertepatan dengan tanggal 27 Juli 1466 M.
Kedelapan, tempat musyawarah para wali se-Jawa yang pertama (1463 M/867 H) maupun yang kedua (1466 M/870 H) adalah di Pesantren Glagah Wangi Demak, di mana Sunan Ampel Demak (Syekh Maulana Muhammad Abuddin al-Maghribi), sebagai tuan rumahnya.
Adapun para Pendiri Dewan Walisongo (1466 M/870 H), atau yang lazim disebut Walisongo adalah sebagai berikut:
Pertama, Sunan Ampel Demak (Syekh Maulana Muhammad Abuddin al-Maghribi). Lokasi makamnya telah beralih fungsi sebagai bangunan penginapan di belakang Masjid Agung Demak yang menghadap ke timur kira-kira 12 meter dari makam mertuanya (Syekh Maulana Maghribi). Sementara Sunan Ampel Surabaya adalah murid Sunan Ampel Demak dan beliau tidak pernah menjadi Anggota Majlis Syuro di Kerajaan Demak Bintoro, sebab pengganti Sunan Ampel Demak di Majlis Syuro adalah Syekh Maulana Ibrahim Asmoro Pantaran (Ampel-Boyolali).
Kedua, Sunan Bonang Sepuh (Syekh Maulana Abdullah Hasan Bakem al-Maghribi). Lokasi makamnya ada di Bumi Kasunanan Bonang, Desa Tridonorejo, Kecamatan Bonang, Demak-Jawa Tengah. Pada tahun 1476 M, Sunan Bonang ke-1, mengundurkan dari dari Ketua Dewan Walisongo dan keanggotaannya di Majlis Syuro digantikan oleh Syekh bhMaulana Muntholab Hasan bin Syekh Mudhofar Malik Hasan al-Maghribi (Ujungnegoro Batang).
Ketiga, Sunan Bonang Anom (Syekh Maulana Muhammad Hasan bin Abdullah Hasan Bakem al-Maghribi). Lokasi makamnya ada di Bumi Kasunanan Bonang (sebelah utara makam ayahnya) di Desa Tridonirejo, Kecamatan Bonang, Demak-Jawa Tengah. Adapun Sunan Bonang Tuban adalah Sunan Bonang yang ke-6.
Keempat, Sunan Drajat (Syekh Maulana Abdurrahman Teuku Baha). Lokasi makamnya telah beralih fungsi sebagai RSUD Kab. Demak-Jawa Tengah. Adapun Sunan Drajat Lamongan adalah Sunan Drajat ke-4 dan beliau adalah murid Sunan Drajat ke-2 (Syekh Maulan Mahdum Ibrahim Sampang).
Kelima, Sunan Giri (Syekh Maulana Mudhofar Hasan Shiddiq al-Maghribi). Lokasi makamnya ada di Jabal Kat, Tembayat, Klaten-Jawa Tengah. Adapun Sunan Giri di Gresik (Ainul Yaqin) adalah Sunan Giri ke-4.
Keenam, Sunan Kalijaga (Syekh Maulana Abdullah Said Putra Tumenggung Wilwatiktab Adipati Tuban) yang menjadi murid Sunan Bonang Sepuh (Sunan Bonang ke-1) dari tahun 1448-1486 M. Lokasi makamnya ada di Kelurahan Kadilangu, Demak-Jawa Tengah. Sunan Kalijaga adalah Ketua Dewan Walisongo ketiga (1503-1576 M). Sunan Bonang Tuban (Mahdum Ibrahim bin Ali Rahmatullah) adalah murid Sunan Kalijaga, keponakannya (anak mbakyunya), sekaligus menantu Sunan Kalijaga yang dinikahkan dengan anaknya yang ketiga dari istri pertamanya.
Ketujuh, Sunan Kudus ke-1 (Syekh Maulana Muhammad Ja'far Hasan). Lokasi makamnya ada di Terboyo, Semarang-Jawa Tengah (dahulunya bagian dari wilayah Demak, sebelum diminta Kotamadya Semarang pada tahun 1976. Adapun Ja'far Shodiq bin Muhammad Ja'far Hasan (anak ketiga) adalah Sunan Kudus ke-2 (sebagai pengganti ayahnya di Majlis Syuro Kerajaan Demak Bintoro yang wafat pada tahun 1505 M).
Kedelapan, Sunan Muria ke-1 (Syekh Maulana Hasan Syadzilly). Lokasi makamnya ada di Bumi Pertapaan Rejenu, Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kudus-Jawa Tengah. Adapun Umar Said bin Sunan Kalijogo adalah Sunan Muria ke-3. Beliau menjadi anggota Majlis Syuro Kerajaan Demak Bintoro karena kakak iparnya (Putra pertama Syekh Hasan Syadxilly yg bernama Abu Hasan al-Habsyi) tak bersedia menjadi anggota Majlis Syuro dan memilih menjadi Guru Sufi di Argopuloso.
Kesembilan, Syekh Siti Jenar Demak (Syekham Maulana Hasan Ali Asrori bin Syekh Mudhofar Malik Hasan al-Maghribi). Lokasi makamnya ada di Bumi Kepatihan Tembiring, Demak-Jawa Tengah. Beliau adalah Ketua Dewan Walisongo kedua (1476-1503 M).
Perihal Kerajaan Demak Bintoro sendiri--yang berdiri dari tahun 1475 M dan berakhir pada tahun 1616 M (141 tahun)--dianeksasi oleh Sultan Agung pada tahun 1616 M. Pimpinan Demak terakhir (Tumenggung Prayogo) tak bersedia mengikuti kemauan Sultan dari Mataram dan beliau lebih memilih mengundurkan dari pelaksana tugas kerajaan Demak Bintoro yang diamanatkan oleh Raja Demak terakhir, Raden Muhammad Aminuddin bin Raden Fatah (anak pertama dari istri kedua).
Raja Demak terakhir tersebut, Muhammad Aminuddin wafat seusai maju perang menghadapi Raja Mataram (Senopati Danang Sutowijoyo) pada tahun 1601 M/1010 H. Demikian kiranya uraian Ahmad Kastono Abdullah Hasan.
Alhasil, banyak data sejarah tentang kerajaan Demak Bintoro dan Walisongo yang luput dari penulisan sejarah karena naskah Babad dan Serat terlalu banyak membelokkan sejarah dari fakta dan realita sejarah yang sebenarnya. Dan kita lebih banyak mengadopsi dari naskah-naskah tersebut tanpa menggali data dan fakta sejarah yang sebenarnya.
0 Comments