Menyaksikan Wajah-Nya

of the Book

Melantunkan bismillahirrahmanirrahim (basmalah)—dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Sang Pemberi Rahmat—adalah satu keutamaan dalam Islam. Kenapa demikian? Saya pahami dari penjelasan Muhammad Asad, pertama, dengan nama Allah adalah penyerahan diri dan ketundukan total kepada Tuhan yang serba maha. Kedua, Yang Maha Pengasih, artinya Tuhan adalah sang pemilik kasih yang tak terhingga. Sehingga patutlah sekira Dia satu-satunya yang disembah. Satu-satunya yang dipuja.

Ketiga, Sang Pemberi Rahmat. Kalau istilah al-rahman itu terbatas pada sifat limpahan rahmat (karunia) yang melekat pada, dan tak terpisahkan dari, konsep Wujud Allah, maka al-rahim adalah perwujudan dari rahmat tersebut, yang berdampak kepada ciptaan-Nya.

Sebagai makhluk, al-rahim ini adalah upaya pendakian menuju Tuhan, karena sifat ini untuk makhluk-Nya juga. Maka, tak pelak Nabi Saw. pun juga disebut al-rahim. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Saya adalah nabi penebar kasih sayang." (HR Turmidzi).

Dengan demikian, selaku umat Nabi Muhammad Saw. sedianya mewarisi dan meneruskan al-rahim. Sebisa mungkin saban hari membawa pesan welas asih dan sepenuh sayang kepada sesama makhluk.

Sehingga, pelan-pelan Tuhan hadir dalam kesadaran atas segala rupa aktivitas kita. Betapa Dia Maha Pengasih dan Sang Pemberi Rahmat, tampil di balik wajah polos anak yang sedang lelap merajut mimpi. Di balik semringah istri, yang saban hari pantang lelah menemani. Juga di balik cemberutnya yang justru membuncahkan perasaan cinta. Tentang kemanjaannya, yang bak anak remaja yang merindu sang kasih. Termasuk saat nongkrong bersama para tetangga di beranda rumah atau di pos ronda. Pun, ketika berjaga sampai larut malam. Ya, Tuhan hadir di balik itu semua.

Sachiko Murata, dalam The Tao of Islam, memaparkan bahwa Yang Maha Pengasih (al-rahman) itu aktual menjadi kejauhan dan ketakterbandingan. Bahwa “(Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangann (juga). Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tak ada sesuatu pun serupa dengan-Nya” (Asy-Syura: 11). 

Kemudian, “Tiada yang setara dengan Dia.” (Al-Ikhlas: 4). Bahwa “Segala sesuatu bakal binasa dan musnah, kecuali wajah-Nya.” (Al-Qasas: 88). Bahwa dalam hal kejauhan dan ketakterbandingan Tuhan, kita dan seluruh makhluk adalah hamba-Nya. “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Al-Fatihah: 5).

Sang Pemberi Rahmat (al-rahim) mewujud dalam keserupaan dan kedekatan. Bahwa Tuhan “senantiasa bersamamu di mana saja kamu berada.” (Al-Hadid: 4). “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya ketimbang urat lehernya.” (Qaf: 16). Lantas, “Aku hendak menjadikanmu sebagai wakil-Ku di bumi.” (Al-Baqarah: 30). Maka, dalam hal keserupaan dan kedekatan, kita—dan memang hanya kita, manusia—mempunyai peran khusus sebagai wakil Tuhan di muka bumi.

Begitulah, bersama bismillahirrahmanirrahim akhirnya kita diarahkan kepada Wajah Ilahi. Bahwa ada dua wajah: ketakterbandingan dan keserupaan. 

Baca juga: Wajah Tuhan

Post a Comment

0 Comments