Menunaikan Hak Tuhan

Lereng Merbabu

Terkait penggunaan nalar, akal sehat atau common sense. Adalah jalan tepat untuk menggarap diri, menanggapi semesta, berinteraksi sosial, dan menyambung hubungan intim dengan Tuhan.

Akal sehat merupakan puncak anugerah Tuhan kepada kita sebagai sebaik-baik ciptaan. Dunia binatang, sebaik-baik anugerah-Nya berupa hadirnya dorongan nafsu. Dunia tetumbuhan, berupa kemampuan untuk tumbuh, beregenerasi. Sementara benda-benda mati, macam batu, pasir, udara, air, hingga bintang-bintang di angkasa, galaksi-galaksi, hanya memiliki potensi, memiliki muatan nilai keberadaan, yang suci, murni. Benda-benda itu suci. Potensi di baliknya masih bebas nilai, tergantung kita memakainya. Bergantung kita menyifatinya.  

Akal sehat mengarah pada kebajikan, mengarah pada sumber pengetahuan, pada asal kehidupan, Tuhan. Maka tiada cerita, orang-orang yang bersetia berpegang akal sehat, bisa dan tega berbuat nista, berbuat yang menjauh dari Tuhan.

Hakikat perbuatan baik itu milik-Nya. Oleh karenanya, manusia dengan sendirinya ingin selalu berbuat baik, selalu menebar kebajikan, selalu membagi keuntungan. Orangtua ingin selalu berbuat yang terbaik buat sang anak. Seorang suami berkehendak tak mengecewakan hati sang istri. Singkatnya, hakikat manusia itu pada tindak laku baiknya, karena merupakan tindakan Tuhan. 

Namun, acap kali kita dipersaksikan adanya manusia yang sanggup berbuat durja, korupsi, mencuri uang negara, dan seterusnya. Saya pastikan itu bukan perbuatan Tuhan yang ber-tajalli dalam diri manusia, melainkan perbuatan-Nya untuk dunia binatang yang lagi bersarang dalam raga manusia. Perbuatan manusia itu dipandu akal sehat. Sementara perbuatan berdasar insting, berbasis hasrat keinginan, yang berusaha memenangkan diri sendiri, merupakan puncak anugerah Tuhan bagi kerajaan binatang. 

Sekira manusia berlaku demikian, menuruti dorongan nafsu tanpa pertimbangan akal, hakikatnya ia bukan lagi manusia, melainkan turun martabat setara binatang. Oleh Tuhan, dalam teks suci-Nya, disetarakan dengan hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi, dan dikatakan sebagai orang-orang yang lengah (Al-A’raf [7] :179).

Laku ketidaksucian, yang mengutamakan diri sendiri, yang enggan berbagi, yang tabu mengutamakan orang lain, bukanlah watak asli manusia. Manusia cenderung hanif, cenderung pada kebenaran. Akal sehat akan selalu mengarah pada Tuhan, sebagaimana bunga-bunga dan dedaunan senantiasa mengarah pada cahaya matahari. 

Dorongan nafsu cenderung mengalihperhatiankan kita dari keagungan Tuhan, sebab memang bukan puncak anugerah. Ia dihadirkan untuk mendukung kebutuhan manusia selaku masterpiece Tuhan. Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda anorganik, itu untuk mendukung hajat hidup manusia. Mereka itu pijakan kita menuju Tuhan.

Sekira digambar, umat manusia itu berada persis di antara semesta alam dan Tuhan. Terhadap alam semesta, manusia adalah rupa Tuhan yang mengatur proses tumbuh kembangnya, meneliti muatan yang dikandung di dalamnya, dan seterusnya dan sebagainya. Kepada Tuhan, manusia adalah hamba-Nya, pesuruh yang mendapat mandat dari warga semesta, mengadukan segala kebutuhan buat kelangsungan hidup dan keberadaan mereka. 

Manusia macam wasit yang berdiri persis di tengah antara Tuhan dan semesta raya. Berada melayani Tuhan sekaligus kebutuhan semesta. Pelayanan Tuhan berupa kelangsungan hidup seluruh makhluk ciptaan-Nya. Menunaikan hak Tuhan adalah berkesadaran semesta, menjadi wakil-Nya, meluluskan doa-doa semesta. Saban hari, kita sirami pot-pot bunga di depan rumah, yang seolah mereka memohon kehausan, Memberi makan secukupnya pada hewan ternak yang jadi tanggungan kita. Mengulur rupiah pada setiap peminta yang mengetuk pintu rumah kita. 

Singkat kata, kita bersedia menyingsingkan lengan baju kepada apa dan siapa saja yang butuh uluran pertolongan. Siap menyisihkan apa saja yang kita miliki. Berlebih harta, menyisihkan harta untuk yang kekurangan. Berlebih ilmu, menularkan pengetahuannya buat yang lain. Berlimpah tenaga, selalu siap mengulurkan tenaga bantuan demi kelangsungan stabilitas hidup pihak lain, dan begitu seterusnya. 

Walhasil, memaksimalkan akal sehat sama artinya memompa kesadaran bahwa ada perintah Tuhan di balik kenyataan, yakni menunaikan hak Tuhan.

Begitulah kiranya.

Baca juga: bagaimana bisa bersinar?

Post a Comment

0 Comments