Niscaya Tiada Penghalang

 Karya Syekh Abdullah Asy-Syarqawi

Saya lanjutkan untuk menulis meditasi hikam yang masih berkaitan dengan keheranan Syekh Ibnu ‘Athaillah. Beliau menuturkan, “Bagaimana mungkin Tuhan terhalang sesuatu, padahal Dia lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu?

Hal itu, Allah telah berfirman, “Sungguh, Kami telah ciptakan manusia dan Kami tahu segala yang dibisikkan oleh hatinya. Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri.” (Qaf: 16).

Jadi jelas, Allah lebih dekat kepada kita. Sehingga, imam besar dari tarekat Syadziliyah itu wajar jika bertanya heran, bagaimana mungkin Allah itu terhalang dari kita dengan apa pun? Jelas-jelas Dia lebih dekat dengan kita. Dan, akal adalah menjadi sarana kita mengetahui Tuhan berkat cahaya-Nya. 

Selanjutnya, Syekh Ibnu ‘Athaillah mengatakan, “Bagaimana mungkin Tuhan terhalang sesuatu, padahal jika bukan karena Dia, wujud segala sesuatu tidak akan ada?

Ini jelas pula, adanya semesta ini karena Allah, jadi mungkinkah semesta itu bisa menjadi penghalang? Bahwa semesta seisinya ini adalah bukti adanya Tuhan. Terus bagaimana semua ini menjadi penghalang akal untuk menyaksikan Allah?

Kemudian Syekh Ibnu ‘Athaillah menutup bagian hikmah ini masih dengan pertanyaan retoris, “Sungguh aneh, bagaimana mungkin keberadaan tampak sebagai ketiadaan? Atau, bagaimana bisa sesuatu yang baru bersanding dengan Yang Maha Dahulu?

Demikianlah, pertanyaan-pertanyaan keheranan sang syekh. Yang sedemikian heran terhadap orang-orang yang masih kesulitan memahami Tuhan. Terhadap orang-orang yang suka mengacaubalaukan kebesaran Tuhan dengan makhluk. Bagaimana mungkin keberadaan (Allah) dianggap sebagai ketiadaan?

Padahal segala sesuatu, termasuk kita umat manusia, adalah bersifat ketiadaan. Semula tidak ada, dan baru menjadi ada karena Allah mengadakan, dan Allah kuasa untuk meniadakan kembali. Maka, bagaimana mungkin antara yang wujud dan ketiadaan itu sepadan? Bagaimana mungkin antara yang Maha Dahulu dengan yang baru itu bisa bersanding? 

Jelaslah, dalam hikmah ini Syekh Ibnu ‘Athaillah ingin menandaskan kembali ketauhidan kita. Bahwa yang sesungguhnya ada hanya Allah. Sedangkan adanya selain Allah itu seperti adanya sebuah bayangan yang mengikuti aslinya. Dan sekali lagi yang asli itu adalah Allah. 

Akhirnya, kita pun menjadi gamblang, bagaimana tidak akan heran beliau sang syekh, jika ada yang menganggap bayangan ini memiliki hakiki. Bagaimana beliau tidak akan heran, jika kebanyakan orang-orang malahan berbondong berburu bayangan yang tiada bereksistensi itu sedemikian menggebu seolah memiliki eksistensi.

Maka, nyatalah siapa orang-orang itu, yang terhalang dari Allah. Yang enggan menyaksikan wajah Tuhan. Ya, mereka itulah para hamba Tuhan yang sombong, yang lebih suka lengah ketimbang merawat kesadaran menghamba kepada-Nya. 

Sungguh Kami sediakan neraka Jahanam bagi kebanyakan jin dan manusia, mereka mempunyai hati tapi tidak digunakan untuk memahami, mempunyai mata tetapi tidak bisa melihat dengan jeli, mempunyai pendengaran tetapi tidak bisa mendengar dengan baik, mereka itu bagaikan ternak bahkan lebih sesat, merekalah orang-orang yag lengah.” (Al-A’raf: 179).  

Syahdan, sekiranya kita mau menjauh dari sifat sombong, dari sifat takabur, niscaya tiada penghalang kita untuk mengetahui dan menyaksikan Wajah-Nya. “Milik Allah Timur dan Barat, ke mana saja kamu menghadapkan wajah, di situlah Allah ada. Sungguh Allah Mahaluas dan Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 115).

Begitu.

Ungaran, 08/11/2021  

Baca juga: Kenapa Terhalang

Post a Comment

0 Comments