Di Balik itu Semasa Kecil

Karya Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi

Fiqhus Sirah (1)

Dalam kesempatan yang penuh bahagia ini. Pagi di tengah rinai yang membikin Ungaran kian sejuk. Saya bermaksud menuliskan ulang paparan Dr. Muhammad Said Ramadhan al-Buthi tentang ibrah-ibrah yang menyelimuti kehidupan Nabi Muhammad Saw. yang tersaji dalam Fiqhus Sirah

Kesempatan pertama ini saya menukilkan hikmah di balik kenapa Jazirah Arabia, kenapa Muhammad Saw lahir dalam keadaan yatim, kemudian tinggal bersama Halimah, dan peristiwa pembelahan dada.

Sebelumnya, Dr. Muhammad Said Ramadhan adalah seorang ulama dunia yang menjadi rujukan para cendekiawan muslim dunia atas pelbagai masalah keagamaan. Ia juga seorang penulis yang sangat produktif, meliputi bidang sastra, syariah, falsafah, tasawuf, dan sejarah.

Salah satu karyanya adalah Fiqhus Sirah: Dirasat Manhajiah’Ilmiyah li Siratil Musthafa ‘alaihish-Shalatu wa-Salam, yang kini hadir dalam Bahasa Indonesia, Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah Terhadap Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam.

Dr. Muhammad Said Ramadhan atau yang biasa disapa Syekh al-Buthi syahid terbunuh pada usia 84 tahun dalam sebuah aksi bom bunuh diri di Masjid al-Iman, Damaskus, Syiria, 21 Maret 2013. Saat itu sang syekh sedang mengisi kajian rutin malam Jumat. Kemudian Syekh al-Buthi dimakamkan dekat masjid tersebut, di samping makam Sultan Shalahuddin al-Ayyubi.

Nah, masuk ke Fiqhus Sirah atau Sirah Nabawiyah, pertama-tama Syekh al-Buthi memapar hikmah-hikmah terpilihnya Jazirah Arabia sebagai tempat kelahiran dan pertumbuhan Islam.

Pertama, sebagaimana telah diketahui, Allah menjadikan Baitul Haram sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman untuk beribadah dan menegakkan syiar agama. Allah menempatkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam di lembah tersebut, yang menjadi cikal millah Ibrahim. Nabi Muhammad Saw. termasuk keturunan Ibrahim ‘alaihis salam.

Kedua, secara geografis, Jazirah Arabia sangat kondusif. Terletak di bagian tengah peradaban, sehingga penyebaran dakwah Islam ke semua bangsa dan negara berjalan lancar dan gampang.

Ketiga, sudah menjadi kebijaksanaan Allah untuk menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa dakwah Islam dan media langsung untuk menerjemahkan Kalam Allah. Jika ditelisik, memang akhirnya kita temukan bahwa bahasa Arab banyak memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. 

Kemudian, diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam sebagai penutup para Nabi adalah penyempurna syariat dan akhlak. Kita paham bahwa dakwah para Nabi itu berdasar dua asas, pertama, aqidah. Kedua, syariat dan akhlak. Aqidah mereka sama, dari Adam ‘alaihi salam hingga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam, yakni mengimani Allah dan Hari Akhir, dan berbuat kebajikan. 

Sedang masalah syariat, yaitu penetapan hukum yang bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan pribadi, setiap masa kenabian berbeda, karena perkembangan zaman dan tutntutan kemaslahatan satu dengan yang lain berbeda.

Nabi Saw. bersabda, “Perumpamaan aku dengan Nabi sebelumku ialah seperti seorang lelaki yang membangun sebuah bangunan. Kemudian ia memperindah bangunan tersebut dan tinggal satu tempat batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan berkata, ‘Amboi, jika batu bata ini diletakkan?’ Akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para Nabi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Selanjutnya, tentang masa kecil Nabi Muhammad Saw. Syekh al-Buthi menjelaskan, pertama, bukan suatu kebetulan jika Rasulullah Saw. dilahirkan dalam keadaan yatim, tidak lama kemudian kehilangan ibu dan kakek. Allah memilihkan pertumbuhan demikian, sebagai kabar bahwa sedari dini beliau tumbuh dan berkembang jauh dari asuhan bapak, ibu, dan kakeknya. Jauh dari orang-orang terkemuka pada zamannya.

Rasulullah Saw. diasuh oleh Abu Thalib, yang notabene miskin, hal ini menandakan bahwa Muhammad Saw. kecil tumbuh sebagai yatim, dipelihara oleh kasih sayang Tuhan langsung, jauh dari tangan-tangan yang memanjakan kasih sayang dan limpahan harta.

Kedua, para ahli sejarah sepakat bahwa ladang-ladang Halimah kembali menghijau, usai kekeringan panjang, setelah mengasuh Muhammad Saw. Hal itu jelas, kehadiran dan keberadaan Rasulullah menjadi sebab utama datangnya keberkahan dan pemuliaan Ilahi. “Dan, Kami tidak mengutus kamu kecuali sebagai rahmat bagi segenap alam.”

Ketiga, peristiwa pembelahan dada yang dialami Rasulullah Saw. di pedalaman Bani Sa’ad. Peristiwa itu telah diriwayatkan oleh banyak sahabat dan dengan periwayatan yang sahih. Tujuan peristiwa itu, ungkap Syekh Muhammad Said, bukan untuk mencabut “kelenjar kejahatan” di dalam jasad Rasulullah Saw. Jika kejahatan itu memang sumbernya terletak pada kelenjar yang ada pada jasad atau pada gumpalan yang ada pada salah satu bagiannya, nisacaya orang jahat pun seketika bisa menjadi baik bila melakukan operasi bedah.  

Namun, peristiwa yang dialami Rasulullah Saw. tersebut sebagai “operasi pembersihan spiritual”, yakni pengumuman bahwa sedari kecil beliau telah dipersiapkan untuk mendapatkan pemeliharaan dan wahyu dengan sarana-sarana material. 

Begitulah hikmah yang disajikan Syekh al-Buthi. Di mana sang syekh menandaskan bahwa sebetulnya hikmah-hikmah ini tertuju kepada yang masih lemah imannya, sangat lemah. Sementara bagi yang kuat iman, betapa gampang meyakini setiap riwayat yang sahih, baik diketahui hikmahnya maupun tidak. 

Ungaran, 07/12/2021     

Baca juga: Kewajiban Shalat  

Post a Comment

0 Comments