Awal Kenabian

Membaca Muhammad

Puasa #16

Prof. Quraish Shihab menjelaskan, secara bahasa kata “wahyu” berarti “isyarat yang tepat”. Sementara menurut terminologi, “informasi Tuhan kepada manusia pilihan-Nya menyangkut ajaran agama”.

Nah, Nabi Muhammad Saw. menuturkan, apa yang diinformasikan Tuhan itu langsung terpatri dalam kalbu beliau. Padahal ada beragam cara beliau menerima wahyu, dan yang paling sering adalah melalui kehadiran malaikat. 

Malaikat biasanya akan tampil dalam wujud aslinya, dan Nabi Muhammad Saw—karena dimensi kepribadian belaiu berada di tingkat malaikat—dapat melihatnya dengan mata kepala. Atau juga, tak jarang malaikat yang beralih dari dimensi malaikat—yang tercipta dari cahaya—ke dimensi manusia—yang tercipta dari tanah. 

Wahyu pertama turun ketika Nabi Saw. dalam usia 40 tahun lebih enam bulan—ada juga yang berpendapat setelah usia 42 tahun, atau 43 tahun—sedang merenung menyendiri di Gua Hira. Malaikat Jibril tiba-tiba menemui beliau, merangkul dan meminta beliau agar membaca. Beliau dirangkul sedemikian kuat, seperti yang beliau tuturkan yang diriwayatkan Bukhari, “Telah kurasakan (puncak) kepayahan.” Atau sebuah perasaan lain yang tak biasa, “Aku mengira bahwa itulah (proses awal) kematian.”

Ada perasaan takut, teramat kaget, hingga saat beliau tiba di rumah meminta sang istri tercinta untuk menyelimuti. Khadijah, setelah mendengar cerita beliau, berusaha menenangkan, dan keesokan hari mengajak beliau menemui Waraqah ibn Naufal, anak paman Khadijah.

Singkat kisah, terkuaklah akhirnya bahwa beliau merupakan manusia pilihan Tuhan untuk membimbing umat manusia. Waraqah pun sedari dini mengingatkan bahwa, “Tidak seorang pun yang datang membawa serupa yang engkau bawa, kecuali dimusuhi dan diperangi orang.” 

Ya, Muhammad Saw. tidak bisa mengelak dari ketetapan Tuhan. Terlebih kalau menilik wahyu pertama, Bacalah. Jelas beliau bukanlah orang yang pandai baca tulis. Walau harus ditandaskan di sini bahwa ketidakbisaan beliau dalam membaca dan menulis, bukan berarti tingkat literasi beliau rendah. Tidak demikian dalam menilai beliau. 

Kita harus jujur dalam membaca sejarah, bahwa pada masa jahiliyah, karena sulitnya menemu alat tulis, maka kemampuan menghafal sangat diandalkan dan malah menjadi tolok ukur keluasan pengetahuan. Justru, saat itu, orang yang bisa membaca dan terutama menulis adalah orang yang lemah ingatan dan tidak memiliki pengetahuan yang banyak. 

Sehingga, berbeda banget dengan zaman kita, bahwa tolok ukur literat adalah kemampuan membaca dan menulis, bukan menghafal. Sementara kemampuan literasi Muhammad Saw. adalah menghafal, dan itu terbukti dalam sejarah. Bahwa beliau dalam waktu singkat bisa membalik peradaban. Bahwa dengan kekuatan menghafal sanggup menggulung dua imperium besar, Romawi dan Persia. Berikut beliau pun tercatat di tangga pertama sebagai tokoh dunia paling berpengaruh (lihat The 100 karya Michael Hart, sejarawan Amerika).  

Jadi, Prof. Quraish menggarisbawahi pesan wahyu pertama itu, “Bacalah demi karena Tuhanmu,” sebagai perintah baca yang tak menyebut objek, tapi alasan atau tujuan membaca. Bahwa membaca bisa apa saja, baik yang tertulis maupun yang terhampar. Bahwa yang dibaca bisa yang disenangi maupun yang dibenci. Asal semua itu karena Tuhan.

Bismi Rabbika,” adalah “Dengan atau Demi karena Tuhanmu.” Ya, membaca apa saja, motivasinya tiada lain adalah Bismi Rabbika. Begitulah seharusnya, karena memang itulah wahyu pertama yang diterima Rasulullah Muhammad Saw.

Kemudian, tiga tahun berdakwah secara rahasia. Saat itu, Nabi Saw. benar-benar membatasi pesan Ilahi hanya sampai kepada Khadijah, Ali ibn Abi Thalib, Zaid ibn Haritsah, dan Abu Bakar. Berikut, putri-putri Nabi, dan kemudian atas ajakan Abu Bakar, menyusul Utsman ibn Affan, Abdurrahman ibn Auf, Sa’id ibn Abi Waqqash, Thalhah ibn Abdillah, Ja’far ibn Abi Thalib.

Lantas menyusul lagi, Abu ‘Ubaidah, Amir ibn al-Jarrah, Abu Salamah, Abu Dzar al-Ghifari beserta saudaranya Anis dan ibu mereka. Setelah itu, turunlah perintah, “Muhammad, berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat!” (Asy-Syu’ara: 214).

Memenuhi perintah tersebut, Nabi Saw. mengundang sekitar 40 orang dari keluarga terdekat, seperti Abu Lahab, Hamzah, Abu Thalib, dan Abbas. Dalam suasana jamuan makan siang, beliau mulai menyampaikan pesan Tuhan, tapi hanya sempat mengajak keluarga Ka’ab ibn Luaiy, Bani Murrah ibn Ka’ab, Bani Abd Syams, Bani Abdul Muththalib. Sementara yang lain, pergi meninggalkan rumah beliau, menuruti ajakan Abu Lahab. Ya, Abu Lahab mulai membuat masalah. Ia dan istrinya mulai menunjukkan ketidaksukaan kepada Nabi Saw.

Pertemuan pertama pun kurang berhasil, lantas Nabi Saw. mengundang lagi mereka ke rumah beliau dan menyatakan, “Aku tidak melihat ada seseorang dari kalangan masyarakat Arab yang dapat mengundang suatu kebajikan di tengah mereka melebihi apa yang aku sampaikan, yakni kebajikan duniawi dan ukhrawi. Allah mengutus aku untuk mengajak saudara-saudara ke arah itu, nah siapakah yang akan menyambut ajakanku ini?

Mereka masih menolak ajakan Muhammad Saw. Mereka memandang ajakan Muhammad Saw. itu sambil lalu. 

Setelah tiga tahun berlalu, persisnya pada tahun keempat kenabian, Allah menurunkan perintah lagi, “Sampaikanlah segala yang diperintahkan secara terbuka, dan berpalinglah dari orang musyrik. Cukuplah Kami sebagai pelindungmu dari orang yang menghina.” (Al Hijr: 94-95).

Dan, tercatat dalam sejarah, Nabi Saw. di atas bukit Shafa, dengan suara lantang, beliau berkata, “Bagaimana pendapat kalian, seandainya aku menyampaikan bahwa di belakang lembah ini ada pasukan berkuda yang bermaksud menyerang kalian?

Orang-orang yang berkumpul di depan beliau menjawab, “Kami tidak mengenal engkau pernah berbohong.”

Aku memperingatkan kamu semua bahwa di hadapanku (di akhirat) ada siksa yang amat pedih.” seru Nabi Saw.

Lantas, lagi-lagi Abu Lahab bikin ulah, “Binasalah engkau sepanjang hari! Apakah untuk menyampaikan ini engkau mengumpulkan kami?” Padahal, semua yang hadir, selain Abu Lahab, tidak tegas menanggapi setuju atau tidak dengan ungkapan soal balasan baik/buruk di kehidupan setelah mati.

Dan, Nabi Saw. tidak membalas makian paman beliau itu, tapi Allah yang “tidak terima”, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab, sungguh ia telah binasa. Tiada berguna baginya sedikit pun, baik kekayaan ataupun hasil kerjanya. Ia akan dimasukkan ke dalam neraka yang menyala. Demikian juga istrinya yang suka membakar dengan fitnah. Pada lehernya terdapat tali sabut yang dipintal.” (Al-Lahab: 1-5).

Begitulah, sekilas awal kenabian Rasul Muhammad Saw. yang saya petik dari buku Membaca Sirah Nabi Muhammad karya M. Quraish Shihab. Wa Allah A’lam.

Ungaran, 18/04/2022

Baca juga: "Muhammad"

Post a Comment

0 Comments