Dari Kisah Akhir Oktober

 Muhammad the world changer

AKHIR Oktober tahun 595 M, di bawah terang purnama, Muhammad Saw. dan Sayyidah Khadijah resmi berumah tangga. Malam itu, Khadijah bak putri yang cantik jelita bersanding dengan pemuda Muhammad. Waraqah bin Naufal yang dipercaya pihak Khadijah untuk melaksanakan akad nikah. 

Pemuka-pemuka Quraisy hadir menjadi saksi. Abu Thalib yang menyampaikan khutbah lamaran, “…Memang Muhammad tidak kaya. Bukankah harta hanya sekejap, sementara dan akan sirna? Ia menginginkan Khadijah, sebagaimana Khadijah menginginkannya.”

Kemudian Amr bin Asad, paman Khadijah, menyambut khutbah Abu Thalib, “Kami terima Muhammad sebagai bagian dari keluarga kami. Ia bukan tipe pria yang layak ditolak.”

Nah, dari Mohamad Jebara saya ketahui, turut hadir dalam perhelatan itu, tentunya selain Barakah dan Fathimah, adalah Halimah beserta rombongan dari Bani Saad.

Kita ketahui, Halimah merupakan wanita yang menyusui Muhammad kecil. Dan Bani Saad adalah bagian suku gurun pinggiran yang jauh dari kota Makkah, di mana Muhammad Saw. menghabiskan masa kecilnya di situ. 

Sementara Barakah adalah budak Aminah, yang menemani dan mengasuh Muhammad Saw. semenjak Aminah berpulang. Barakah inilah yang berperan sebagai ibu tatkala Muhammad Saw. dalam perlindungan kakeknya, Abdul Muthalib. 

Dan Fathimah adalah bibinya, yang sedemikian rupa mengasihi Muhammad Saw. lebih ketimbang kepada anak-anaknya sendiri. Fathimahlah yang mengisi kekosongan hati Muhammad remaja akan kasih sayang seorang ibu.

Dalam perjamuan pernikahan di rumah Khadijah itu, Muhammad Saw. mempersilakan Halimah duduk di sampingnya bersama Barakah dan Fathimah. Mereka berbincang renyah saat makan malam. Ketiga wanita itu berbagi kenangan kala menjadi ibu buat seorang yatim piatu. Mereka sama-sama memuja haru kepada Khadijah yang akhirnya menerima pemuda yatim tersebut. 

Dengan rona penuh bunga, Khadijah menanggapi mereka justru dialah yang berasa memperoleh kucuran berkah atas kehadiran Muhammad Saw. di sisinya. Dia benar-benar langsung menyaksikan ketampanan dan kebercahayaan sang calon nabi.   

Maka, seusai perhelatan, Muhammad Saw. pindah dari rumah Abu Thalib ke rumah Khadijah untuk memulai hidup baru. Ia tidak saja menjadi suami Khadijah, tapi juga langsung berstatus ayah untuk anak-anak Khadijah dari mendiang suaminya. Meski putra-putri Khadijah tidak lagi tinggal serumah dengannya, karena masing-masing sudah mapan.

Namun, putra-putri Khadijah itu teramat bangga dan merasa terhormat, karena Muhammad Saw. tidak menganggap diri sebagai ayah tiri. Beliau benar-benar menjadi pengganti ayah mereka. 

Hind bin Abu Halah, misalnya, tatkala Khadijah telah memiliki anak dari Muhammad Saw. menyatakan, “Akulah manusia terbaik. Ayahku Muhammad, ibuku Khadijah, saudaraku Qasim, dan saudariku Fathimah. Siapa yang bernasab mujur sepertiku?”

Sebagai pasangan baru, mereka berdua mengisi waktu senggang ke kota Thaif. Sesaat berduaan untuk mengambil jeda dari kebisingan kota Makkah. Berjarak dari urusan dagang, dan memilih menikmati hawa sejuk Thaif.

Selanjutnya, setelah kembali ke Makkah, Sang Muhammad menyatakan keinginannya kepada Khadijah untuk membebaskan Zaid. Ya, pada hari pernikahan mereka itu, Khadijah telah menghadiahi suaminya seorang budak muda yang berusia 16 tahun, Zaid.

Khadijah setuju saja dengan pendapat suaminya untuk membebaskan budak-budak mereka, Zaid salah satunya, yang dipersilakan berlaku sebagai orang merdeka. Yang bebas menentukan nasib hidupnya sendiri, bebas dari kekangan orang lain.

Tapi Zaid merengek untuk tetap bisa tinggal bersama pasangan baru ini. Meski bukan lagi sebagai budak, tapi ingin terus bisa melayani mereka. Bahkan saat ayah kandung Zaid, Haritsah dari salah satu suku-suku utara, Suku Tayy, bermaksud menebus Zaid, si remaja ini ngotot untuk tetap hidup bersama dalam naungan rumah tangga Muhammad Saw.  

Lantas beliau mengangkat Zaid sebagai anak, dan Haritsah bersepakat, lebih-lebih Khadijah yang akhirnya makin mengerti peri perangai suaminya yang tak lazim di tengah masyarakat Makkah. Khadijah pun makin sayang dan kian bangga pada sang suami. 

Di sela sibuk berkhidmat di pasar, Muhammad Saw. akan cepat-cepat balik ke rumah. Membantu Khadijah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.  

Benar adanya, pasangan ini selalu tampil bersama dan romantis. Sebagai anggota keluarga, Zaid bersaksi kerap melihat Muhammad Saw. mengecup kening dan hidung Khadijah saat bertegur sapa. Beliau kerap memeluk Khadijah. Beliau biasa mendampingi Khadijah makan siang. Mereka makan dan minum dengan piring dan gelas yang sama. Dan, Muhammad Saw. tatkala menyeruput minum akan menempatkan bibirnya di bekas bibir sang istri. 

Hingga berikutnya, setelah sekian purnama dari akhir Oktober itu, sepulang Muhammad Saw. dari perjalanan dagang ke negeri Yaman, Khadijah memberinya kado spesial, ia hamil. 

Ungaran, 5 Oktober 2023

Baca juga: Sebuah Cinta Yang Abadi

Post a Comment

0 Comments