Sebuah Cinta yang Menyala Abadi

 Membaca Sirah Nabi

Bisa dipastikan, saya memungut dari penuturan Prof. Quraish Shihab, Sayyidah Khadijah sungguh cantik memesona dan berbudi. Bahwa ia telah menikah dua kali sebelum berjumpa dengan Muhammad adalah bukti. Dan ia telah mewarisi kekayaan dari mendiang suami-suaminya itu.

Artinya, betapa mustahil pengusaha-pengusaha kaya akan menjatuhkan pilihan pasangan hidup kepada yang tidak cantik dan berakarakter luhur. Dan itu terpenuhi dalam diri Khadijah.

Kemudian, tatkala Muhammad Saw. hadir dalam kehidupannya, Khadijah sudah merupakan janda kaya yang terpandang di kalangan Quraisy. Ia sedemikian rupa terkesan oleh kejujuran dan perangai Muhammad, dan berharap pemuda itu untuk menjadi suaminya.

Di sinilah selanjutnya peran penting seorang Nafisah binti Munyah. Peran makcomblang, menghubungkan harapan Khadijah terhadap Muhammad.

Saya tak membayangkan sekiranya Nafisah binti Muniyah ini tak bertindak layaknya sahabat karib kepada Khadijah binti Kuwailid. Betapa akan canggung, baik dari sisi Khadijah maupun Muhammad. Sebab keduanya steril dari kenakalan, bersih dari penyimpangan.

Betapa kecil kemungkinan, Khadijah akan menyampaikan maksud sucinya secara langsung kepada Muhammad Saw. Walau ia seorang yang cantik, kaya, dan diminati banyak laki-laki. Ia pun wanita matang dan mengenal banget karakter mereka. Sebab ia kerap mempekerjakan kaum pria untuk mengurusi perdagangannya. 

Namun, tetap saja ia sadar diri. Bagaimanapun, Khadijah sudah berumur, dan seorang janda. Ia pernah menikah dengan Abu Halah bin Zararah dan memiliki tiga anak, Hind, Ath-Thahir, dan Halah. 

Setelah suami pertama meninggal, ia pun dipinang ‘Atiq bin ‘Abid bin Abdillah dan memperoleh seorang anak yang juga bernama Halah.  

Pun Muhammad Saw. Beliau seorang pemalu. Beliau memang berfisik menarik, tampan dan terkenal kejujurannya, tapi dilahirkan dari kalangan keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya telah meninggal sebelum beliau lahir, dan ibunya berpulang ketika beliau masih anak-anak. 

Beliau dibesarkan oleh Abu Thalib, pamannya, yang juga tak berharta lebih. Sehingga, tatkala Nafisah menawarkan Khadijah kepadanya, beliau bertanya balik, “Bagaimana caranya?” 

Ya, Muhammad Saw. mengetahui, telah tersiar bahwa sekian banyak pria berhasrat menyunting Khadijah. Tapi Khadijah menolak pinangan para bangsawan itu, ia menampik para hartawan Quraisy.

“Serahkan saja hal itu padaku,” kata Nafisah meyakinkan. 

Maka, Muhammad Saw. pun setuju. Keluarga besarnya juga mendukung.

Mendengar keputusan Muhammad, hati Khadijah berbunga-bunga. Sontak, menari-narilah di benaknya segala yang pernah ia dengar dari penuturan Waraqah tentang kehadiran sosok nabi akhir zaman. Juga ucapan orang Yahudi sekian tahun silam. Lebih-lebih lagi informasi detail dari Maysarah mengenai pribadi Muhammad yang tanpa cacat itu.

Tak bisa tidak, melesat-lesatlah dalam angan Khadijah bahwa ia akan sepenuhnya mereguk air keagungan seorang Muhammad Saw. Keagungan yang menyemburat tak terkirakan. Khadijah akan memandang langsung ketampanan Muhammad Saw. yang pantang pudar itu. Ketampanan yang memancar dari kedalaman jiwa yang mulia.

Ia membayang, ia akan bercakap dengan sang penjaga hati di selubung senja yang meluncur perlahan-lahan meninggalkan siang. Bersama dengan anak-anaknya dari dua suami sebelumnya, ia akan menghias keheningan kota Makkah dengan suami yang berjuluk al-amin. Betapa menyenangkan duduk-duduk dalam ruangan bersamanya.

Mohamad Jebara menceritakan, Khadijah lantas menyuruh seseorang untuk meminta Muhammad datang ke rumahnya. Dan selama beberapa pekan menjelang upacara pernikahan, Muhammad tak berpangku tangan. Ia membangun kamar utama di rumah Khadijah. Ia mencetak batu bata untuk temboknya, melaburya, dan mendesain bentuk terali jendela yang cantik.

Selanjutnya, pada pagi sebelum upacara pernikahan, Barakah, ibu angkat Muhammad, yang mendadani Khadijah. Ia kenakan Khadijah baju gamis bersulam. Di atasnya, ia kenakan pula kerudung sutra hijau juga bersulam benang emas. 

Sang ibu angkat menjalinkan benang emas ke rambut Khadijah. Mengenakan anting-anting perak di telinga Khadijah. Dan mewarnai dengan celak dari India ke kelopak mata Khadijah. Singkatnya, kecantikan Khadijah benar-benar memancar kuat pada saat itu. Khadijah makin rupawan. Kian menawan.  

Berhadapan dengan Muhammad Saw., Khadijah berujar, “Sepupuku, aku menginginkanmu karena kau kerabatku, kau agung di tengah kaummu, kau berakhlak luhur, dan kau selalu berbicara jujur.”

Dan Muhammad Saw. menyambut uluran kasih Khadijah, mencurahinya dengan sebenar-benar cinta. Curahan yang sanggup mengisi kekosongan hati Khadijah, bahkan terasa melebihi dari mendiang sebelumnya. Sebuah cinta yang menyala abadi. 

Ungaran, 5 Oktober 2023 

Baca juga: Dengan Sayyidah Khadijah

Post a Comment

0 Comments